Setelah penemuan situs pra-Majapahit di Sugihwaras, ditemukan lagi situs dengan material bata kuno berukuran besar khas zaman Majapahit di Karobelah, Mojoagung. Penemuan Situs Karobelah menambah panjang daftar penemuan situs kuno di Jombang, yang diduga dulunya adalah bagian bangunan dari ibukota kerajaan Majapahit.
Struktur bangunan yang ditemukan oleh Pak Slamet saat mencangkul di ladang untuk jalan lingkungan di bekas saluran irigasi. Saat menggali, cangkul Pak Slamet mengenai benda keras. Ketika mencoba mencangkul di titik lain tak jauh dari titik pertama, ternyata terjadi hal yang sama. Karena berkali-kali membentur benda keras, Pak Slamet pun melakukan penggalian sedikit demi sedikit. Ketika digali lebih lanjut, ditemukanlah susunan batu bata yang menyerupai sebuah dinding.
Penggalian itu menghasilkan penemuan susunan bata kuno sepanjang lebih dari 8 meter di kedalaman sekitar setengah meter dari permukaan tanah. Di bekas galian itu, didapat struktur serupa yang sebelumnya tersambung. Ketinggian susunan bata kuno ini sekitar 60 cm dengan ketebalan sekitar 40 cm dengan bata kuno khas yang ukurannya besar melebihi bata buatan zaman modern.
Selain itu ditemukan pula pecahan gerabah yang terbuat dari tanah liat. Melihat karakteristik temuannya yang menyerupai peninggalan Kerajaan Majapahit, Pak Slamet pun menghentikan penggalian karena khawatir merusak benda cagar budaya.
Saat BPCB meninjau lokasi, dinyatakan struktur bata merah ini mirip seperti yang ada di Trowulan. Memang, struktur bata yang ditemukan di Trowulan kebanyakan adalah susunan bata berukuran besar. Meski cukup panjang, struktur lainnya sudah rusak sehingga sulit diperkirakan bentuk bangunan aslinya. Puing-puing gerabah juga tidak bisa dijadikan petunjuk kapan era pembuatannya karena tidak ditemukan angka tahun. Tidak ada petunjuk sama sekali untuk membaca Situs Karobelah ini selain titik koordinat yang masuk dalam wilayah ibukota kerajaan.
Situs Karobelah ini berada di tengah sawah. Jalan masuknya kurang lebih 500m melalui pemukiman warga. Kendaraan roda empat tidak bisa masuk ke lokasi sehingga harus ditempuh agak jauh dengan berjalan kaki. Jalannya becek karena identik dengan areal persawahan.
Karobelah sendiri berarti seratus lima puluh dalam Bahasa Bali. Entah apa hubungannya, namun Tim Laskar Mdang, meyakini situs ini adalah bagian dari bangunan pesanggrahan tamu kerajaan.
Keyakinan Tim Arkeolog Laskar Mdang yang spesialis peninggalan sejarah regional Jombang ini berdasarkan pemetaan wilayah yang masuk dalam ekspedisi yang mereka lakukan. Meski tidak masuk dalam catatan dalam Kitab Negarakertagama, dilihat dari lokasinya situs ini bagian dari kompleks tamu kerajaan yang akan masuk dalam istana Majapahit.
Menurut Negarakertagama di dekat istana kerajaan terdapat semacam pesanggrahan. Pesanggrahan adalah tempat peristirahatan tamu dan pejabat kerajaan. Pesanggrahan ini mirip dengan semacam resepsionis guest house di zaman modern. Situs karobelah bisa jadi merupakan tempat pelayanan administrasi tamu kerajaan sebelum bertamu ke dalam istana.
Karobelah berada di dekat Desa Pesanggrahan dan Sungai Karobelah yang berujung di Sungai Brantas. Sungai Brantas inilah yang menjadi dermaga tempat kapal-kapal berlabuh ketika akan memasuki Madyopuro, Ibukota Kerajaan Majapahit.
Ibukota Majapahit memiliki banyak pintu. Gapura selatan masuk lewat Gapura Watangan, sedangkan di bagian timur, melewati wipra utama. Di bagian timur inilah berdiri kuil siwa dan para petinggi keagamaan, termasuk rumah petinggi pejabat keagamaan dan para pejabat kerajaan lainnya.
BPCB Trowulan memang belum bisa memastikan bangunan apakah yang ditemukan di Situs Karobelah, bangunannya pun banyak yang sudah hancur menyisakan puing-puing. Namun bisa dipastikan bahwa susunan bata tersebut bagian dari benda cagar budaya peninggalan Kerajaan Majapahit.
Warga Jombang yang BERIMAN haruslah berbangga karena lokasi ibukota kerajaan Majapahit masuk dalam wilayahnya. Sebagai generasi penerus bangsa, pastinya kita harus menjaga peninggalan sejarah salah satu kerajaan paling besar di nusantara.
Disbudpar sebagai pihak yang pailing berhak untuk mengembangkan potensi lokasi ini selalu terkendala alasan klise berupa hambatan anggaran. Padahal, bila dikelola lebih lanjut dan diperindah, potensi wisatanya bisa mengundang animo warga yang penasaran untuk berkunjung, terlihat dari ramainya pengunjung yang ingin melihat langsung penemuan ini.
Pastinya, kita sebagai warga yang mencintai kampung halamannya harus berinisiatif untuk melestarikan peninggalan bersejarah kota tercinta ini minimal tidak semakin rusak. Selain itu, warga sekitar juga hendaknya merawat penemuan ini supaya tidak mangkrak supaya tidak memberikan kesempatan untuk dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
0 komentar:
Posting Komentar