Tahun 2017 sepertinya menjadi tahun dimana banyak penemuan sejarah peninggalan kerajaan kuno ditemukan di Jombang setelah lama terkubur di bawah permukaan tanah. Setelah penemuan Situs Sugihwaras dan Situs Karobelah, sebuah potongan arca berbentuk kepala Dewa Brahma dengan empat wajah ditemukan seorang warga di makam keramat Pandegong, di Dusun Kwasen, Desa Menganto, Kecamatan Mojowarno.
Pak Jayadi menunjukkan temuannya |
Adalah Jayadi seorang juru kunci makam Pandegong yang tak sengaja menemukan benda kuno itu akibat robohnya pohon tua raksasa yang selama ini sudah berdiri di areal makam. Pohon raksasa tersebut roboh dan akarnya terburai di permukaan tanah. Ketika membersihkan akar pohon yang ambruk itu, tak sengaja cangkul Cak Jayadi mengenai dua bongkah batu di kedalaman sekitar 1,5 meter. Ketika diambil dan dibersihkan, rupanya dua buah batu itu adalah benda kuno yang diyakini sebagai potongan arca kepala Brahma dan kucur candi.
Dari batu andesit |
Potongan arca kepala Dewa Brahma ini sangat unik karena berbahan batu andesit lengkap dengan empat wajahnya. Meski terpotong di bagian leher, arca kepala Brahma ini masih digolongkan utuh. Terlihat hidung, telinga, dan senyum teduhnya serta beberapa bagiannya yang masih berada pada kondisi yang baik.
Ukurannya kepala arcanya ternyata lebih kecil dibanding yang Jombang City Guide bayangkan. Empat wajah Brahma ini seukuran telapak tangan laki-laki dewasa, ketika Jombang City Guide amati saat Pak Jayadi memegang benda kuno temuannya. Bisa diperkirakan ukuran tubuh arca mungkin juga tak terlalu besar.
Seukuran telapak tangan pria dewasa |
Meski seringnya digambarkan sebagai pria tua dengan jenggot putihnya yang melambangkan leluhur jagat raya, arca empat wajah brahma yang ditemukan di situs Pandegong diwujudkan agak berbeda. Empat wajahnya tidak dihiasi dengan jenggot, tapi tetap lengkap dengan senyum teduhnya.
Senyum Sang Brahma |
Ilustrasi empat wajah Brahma ini juga bisa dilihat dalam beberapa adegan di kartun anak-anak Little Krishna yang ditayangkan stasiun televisi swasta nasional. Empat wajah ini melambangkan pandangannya ke empat penjuru mata angin. Selain itu juga melambangkan kekuasaan terhadap empat siklus waktu dan empat pembagian masyarakat berdasarkan keterampilan.
Satu sisi yang asimetris |
Dari empat wajah itu, bila dilihat dari atas ada satu bagian yang agak tidak simetris karena ukurannya lebih kecil dibandingkan tiga wajah lainnya. Entah disengaja atau tidak, belum diketahui pula mengapa ada perbedaannya.
Satu sisi lebih kecil dibandingkan yang lain |
Sayangnya di salah satu sisi wajah ada bagian wajah yang kurang sempurna sehingga senyuman teduhnya tak tampak. Entah karena belum selesai dikerjakan ketika dalam proses pembuatannya dahulu atau terbentur sesuatu sehingga patah bagian-bagiannya.
Wajah yang tak sempurna |
Sedangkan kucur candi juga berada dalam sebuah potongan yang belum bisa diperkirakan bentuk aslinya. Ukurannya lebih besar dibanding potongan arca kepala brahmana. Belum banyak yang bisa dibahas mengenai potongan kucur candi ini karena bentuknya yang tidak bisa diketahui aslinya. Bagian tubuh arca masih belum ditemukan begitu pula dengan bagian lain dari kucur candi. Entah hilang atau masih terkubur di dalam tanah.
Potongan Kucur Candi |
Belum diketahui pasti bagaimana kedua benda itu bisa terkubur di dalam tanah. Bisa jadi memang bagian yang lain dari dua bongkahan benda kuno itu masih terkubur di dalam tanah, atau bisa jadi merupakan benda pusaka yang sengaja disimpan leluhur desa kwasen di punden, mengingat tempat tersebut adalah makam pendiri desa yang dikeramatkan.
Pak Jayadi menemukan dua benda kuno ini di dalam kedalaman sekitar 1,5 m dari atas permukaan tanah ketika menggalinya di sekitar bulan Juli 2017 dan tidak berani melanjutkan penggalian karena khawatir merusak benda keramat. Selain itu juga mengingat ada aturan larangan merusak benda cagar budaya.
Cak Hari, begitu sapaan Pak Jayadi sehari-hari, lalu menyimpan dua benda temuannya di rumah tanpa memberitahukan penemuannya pada BNPT Trowulan. Awalnya Pak Jayadi berniat menjual benda pusaka ini sebagai barang antik, dan meminta tolong kepada Rizal kawannya untuk mengunggahnya di lapak online maupun grup media sosial untuk menjaring pembeli. Dana yang didapatkan dari hasil penjualan rencananya digunakan untuk memugar makam Pandegong, karena kondisinya yang kurang terperhatikan.
Namun dengan kekuatan viral media sosial, akhirnya diketahui oleh BNPT Trowulan . Penemuan ini segera ditinjau langsung beberapa petugas dari balai purbakala yang mengayomi urusan-urusan penemuan benda kuno ini. Setelah melihat langsung, petugas tersebut menyatakan bahwa benda ini asli dari zaman kerajaan kuno dan mengandung nilai sejarah.
Pak Jayadi bersedia menyerahkan benda pusaka itu pada BNPT Trowulan dengan syarat pemerintah dan pihak berwenang memugar makam keramat dan membangun kuncup di atas punden kuno. Makam keramat yang dijaga oleh Pak Jayadi dipercaya sebagai pesarean Mbah Nambi dan Mbah Ijo yang merupakan dua orang yang pertama kali membangun kampung dengan membabat Kwasen yang dulunya merupakan hutan belantara.
Ditengarai masih banyak yang terkubur dalam situs Pandegong mengingat ada banyak bata kuno yang berserakan di samping makam dan tempat ini tersusun dari pondasi bata berukuran jumbo yang tertata rapi. Tatanan bata yang rapi ini disinyalir merupakan pondasi sebuah candi.
Dengan ditemukannya arca ini makam keramat ini bisa ‘dibaca’ sebagai tempat suci untuk pemujaan, mengingat Dewa Brahma adalah salah satu dewa dalam agama Hindu, yang dianut masyarakat kuno di zaman kerajaan terdahulu, termasuk Kerajaan Majapahit. Arca Dewa Brahma adalah simbol pemujaan, sehingga diyakini kompleks ini dulunya adalah tempat suci.
Masih ditunggu upaya dan izin eskavasi dari pihak berwenang terutama dari Disbudpar Jombang sehingga harapan bisa menemukan badan brahma dan candinya sekaligus bisa terwujud. Besar harapan warga Jombang tempat ini bisa dijadikan destinasi ziarah maupun spot wisata baru yang akan menambah deretan peninggalan kerajaan kuno yang ada di Jombang.
Keseriusan pemerintah untuk menjaga dan melestarikan benda cagar budaya ini sangat dinantikan karena sangat penting untuk generasi mendatang, terutama anak muda di Jombang yang harus berbangga wilayahnya dulunya merupakan bagian dari ibukota dua kerajaan terbesar dan terkuat di nusantara.
Pak Jayadi dan Kedua Putrinya |
Selain itu, guru-guru sejarah di seluruh nusantara hendaknya memotivasi para siswanya untuk menghargai peninggalan sejarah bangsanya, supaya bila ditemukan lagi situs bersejarah yang menjadi cikal bakal perjalanan bangsa ini, benda kuno tersebut bisa diselamatkan dengan sebaik-baiknya.
Sehingga niat menjual benda cagar budaya seperti yang hampir dilakukan Pak Jayadi dan Rizal tidak lagi terjadi karena sudah adanya kesadaran tinggi atas nilai-nilai sejarah bangsa ini. Selanjutnya, kita sebagai generasi muda yang bertanggung jawab menjaga peninggalan kuno ini supaya tetap lestari.
Peninggalan sejarah itu sepertinya terkubur rapi di bawah tanah, mengingat adanya bencana alam dan letusan Gunung Kelud yang mengakibatkan terkuburnya banyak situs kuno di Jombang. Memang, wilayah ibukota kerajaan Majapahit dan beberapa kerajaan pendahulunya berada di Jombang. Tinggal menunggu waktu saja penemuan-penemuan ini menyeruak ataupun tak sengaja ditemukan.
Jalan setapak menuju makam |
Tempat punden tak jauh dari jalan utama desa, dan mudah terlihat dari jalan dimana warga berlalu-lalang. Ada jalan setapak kecil untuk mencapai lokasi dengan menyusuri lahan dari bibir jalan raya desa.