“Sayuuuuurrr…. Sayuuuuurr….” Begitulah ‘jingle’ para tukang sayur itu. Nada jingle-nya bisa berbeda tiap tukang sayur, menandakan identitas mereka supaya para konsumen bisa mengenali kedatangan tukang sayur langganannya sedang melintas.
Fenomena tukang sayur keliling ada di setiap kota. Seperti dalam sinetron komedi situasi, tukang sayur di Jakarta digambarkan berupa seorang pria yang mendorong gerobak sayurnya. Berbeda lagi di Malang dan Surabaya, bapak tukang sayur ini tidak menggunakan gerobak, tapi sayur-sayurnya dibonceng dalam rengkek khusus menggunakan sepeda atau sepeda motor. Penggunaan mesin bermotor dalam sepeda para lijo ini tergantung kesejahteraan diri Sang Lijo dan kalau ada subsidi dari para suami mereka.
Meski sama style-nya dengan Surabaya dan Malang yang rengkek sayurnya dibonceng di atas sepeda onthel atau sepeda motor, bedanya para tukang sayur di Jombang didominasi oleh kaum hawa. Uniknya, Jombang punya sebutan khusus untuk para vegetablewoman ini, yaitu dengan sebutan ‘Lijo’.
Entah darimana kosa kata Lijo berasal di Jombang, yang pasti manusia asal Surabaya dan Malang tidak mengenali perbendaharaan kata ini. Jadi sementara ini hanya Jombang yang punya. Wah, ketemu lagi salah satu Bahasa Endemik nJombangan!
Dalam rengkek lijo, tidak hanya berisi sayur mayur saja. Terdapat aneka bahan makanan yang bisa diolah di dapur para ibu-ibu customernya, seperti tahu, tempe, papaya, mangga, ikan teri, ayam kampung maupun ayam potong, ikan pindang, ikan bandeng, ikan lele, cumi-cumi, dan masih banyak lagi. Sayang, Jombang City Guide belum pernah menemukan lijo yang menyediakan ikan hiu di rengkeknya. Xixixixi…….
Misalnya Marliyah, yang sudah berprofesi sebagai lijo alias Tukang Sayur Gonceng Keliling selama lebih dari 25 tahun. Sebelum menjadi seorang lijo, Mbak Marliyah bekerja sebagai pramuwisma atau PRT di sebuah rumah. Dari pekerjaannya itu, Mbak Marliyah menabung rupiah demi rupiah.
Ketika tabungannya sudah cukup, Mbak Marliyah’ lalu banting setir menjadi seorang Lijo yang kemudian menjadi profesinya yang bertahan hingga sekarang. Profesinya yang sekarang ini, bisa dikategorikan sebagai entrepreneur. Dari pekerjaannya yang berwirausaha sayur keliling ini, Mbak Marliyah pun bisa membantu perekonomian rumah tangganya.
Setiap pagi ketika manusia biasa masih terlelap dan yang lainnya sedang sibuk sholat tahajjud, Mbak Marliyah dan para lijo lainnya sudah sibuk di pasar untuk kulakan sayur. Hasil kulakannya ini nantinya akan dijual pada para pelanggan setianya yang menanti di rumah.
Mbak Marliyah ini, biasanya berkeliling di seputar Jalan Gus Dur, Stadion Merdeka, Jalan Hayam Wuruk, Jalan Pahlawan dan Perumahan Jombang Permai. Pangsa pasarnya tidak melulu pelanggannya saja, tapi bisa jadi semua orang yang berpapasan dengan Mbak Marliyah. Bisa jadi seorang ibu-ibu yang lijo langganannya sedang libur atau seorang ibu-ibu yang melintas yang sedang berolah raga. Memang, timing keliling Sang Lijo ini tepat di saat warga Jombang sedang berolah raga pagi.
Banyak warga yang sedang berolahraga melintas |
Pelanggan Mbak Marliyah biasanya memilih-milih sendiri sayur yang diminatinya. Karena kemajuan teknologi, kadang pelanggannya sudah mengirim pesan singkat di malam sebelumnya untuk memesan bahan makanan apa saja yang perlu dikulak oleh Mbak Marliyah.
Adik Bayi yang menemani nenek berbelanja |
Setelah pelanggan selesai memilih aneka makanan, Mbak Marliyah pun menghitung total harga belanjaannya dengan menuliskannya dalam secarik kertas seukuran memo kecil.
Proses Counting |
Proses Billing |
Dengan dibayarkannya nota oleh pembeli, maka Mbak Marliyah segera bergegas melanjutkan ‘pengelanaannya’ menuju lokasi pelanggan-pelanggan selanjutnya.
Biasanya, pagi sebelum pukul sembilan tepat, dagangang Mbak Marliyah sudah ludes terjual. Sang Lijo pun bisa segera pulang ke rumah dengan menghasilkan profit yang cukup untuk memperpanjang napas keluarga, dan bila ada sisa maka akan ditabung.
Pemerintah Kabupaten Jombang pun sempat memberikan bantuan modal kepada para lijo ini di pertengahan 2017. Harapannya, dengan bantuan modal untuk para lijo ini bisa meningkatkan kesejahteraan mereka, dan usahanya bisa makin meningkat. Selain itu bantuan dana ini juga untuk menghidarkan para lijo ini dari para rentenir maupun pada bank titil yang bunganya mencekik.
Masih banyak kisah-kisah lijo seperti Mbak Marliyah, mengingat ada lebih dari 3000 wanita di Jombang yang berprofesi sebagai lijo. Mereka berkeliling ke rumah-rumah, menjaring pangsa pasar ibu-ibu yang tidak sempat ke pasar. Praktis, silaturrahmi, kadang-kadang multifungsi sebagai wahana curhat dan rempon ibu-ibu.
Kamu mau dimasakin apa Dek??? |
Ini apa sih kok malah mainan Ci Luk Ba??? |
Para Lijo yang setiap harinya bersliweran di jalanan Kota Santri, adalah sebuah potret dari dinamika sosial yang terjadi di Kota Santri. Lijo-lijo ini menjadikan salah satu keunikan kultur tersendiri yang ada di Jombang.
Mbak Marliyah lijo langgananku, yang mana lijo langgananmu???
0 komentar:
Posting Komentar