Bakso Mama : Ajang Ngamuk Bakso

Bakso Mama Jombang
Photo by Sandy Tabah Setiawan - Komunitas Kicau Mania Jombang
Bakso Mama, adalah bakso asal Jombang yang sangat digandrungi warga Jombang saat ini. Baksonya sangat gurih, wajarlah tidak pernah sepi pengunjung. Buka setiap pukul 09.00 pagi, dan tutup pukul 21.00 setiap harinya, Bakso Mama beserta para krunya melayani keinginan warga Jombang akan Bakso. Hehhehe……



Ada dua varians umum bakso yang ditawarkan di kedai Bakso Mama. Berikut Jombang City Guide :
1.      Bakso biasa yang semangkuknya terdiri dari bakso, tahu, mie suun, goreng, dan siomay. Tentunya dengan taburan bawang goreng dan ijo-ijo. Bakso ini dibandrol seharga Rp. 9.000,-. Ini adalah porsi normal seseorang melahap semangkuk bakso. Xixixi………


2.      Bakso Super Jumbo. Bakso ini terdiri dari sebongkah bakso Super jumbo yang kira-kira besarnya seukuran genggaman pria dewasa, mie suun, goreng, siomay dan tahu. Nah, Bakso raksasanya sendiri, ukurannya lebih besar dari bola tenis, dan hampir mendekati ukuran bola takraw.  Jadi kalau luwe pingin ngamuk panganan, kaliren sampek pingin mangan sembarang kalir, Bakso Mama cocok dijadikan ajang 'ngamuk'. Bakso Super Jumbo ini dihargai sebesar Rp. 16.000,- per mangkuknya. 

Bakso Super Jumbo

Sungguh rasanya capek kecapan kalau makan gumpalan daging yang versi super jumbo ini sendirian. Tapi sungguh Jombang City Guide yang makannya rakus, jadi tetap suka makan yang besar ini. 


Varians minuman yang ada juga menyediakan es jeruk. Waah... Jombang City Guide suka sekali, sebab kami tidak suka minum teh setelah makan karena kurang baikJ


Telah disebutkan Jombang City Guide sebelumnya, kedai Bakso Mama tidak pernah sepi pengunjung di tiap cabangnya. Bakso Mama memiliki banyak cabang. Ada Bakso Mama di dekat embong miring Jalan RE. Martadinata, Bakso Mama dekat embong miring jalan Panglima Besar Sudirman, dan Bakso Mama di Jalan Hasyim Asyari.



Bahkan, Bakso Mama kegemaran warga Jombang ini telah membuka banyak cabang di kota lain. Diantaranya di Sooko Mojokerto, Kediri, dan akan segera dibuka cabang baru di Kertosono.



Namun, ada cerita dari seorang kawan Jombang City Guide yang berasal dari Kediri, yang juga menggemari Bakso Mama ini. Entah hanya perasaannya saja, kebetulan, atau sekedar human error, tapi rasa Bakso Mama di Jombang masih lebih nikmat dibanding di cabangnya di Kediri. Sehingga untuk menikmati Bakso Mama, kawan kami harus ke Jombang dulu, meski sudah ada cabangnya di Kediri.



Meski demikian, Bakso Mama di setiap cabangnya di Mojokerto maupun Kediri tetap ramai dikunjungi penggemarnya. Bahkan cabang baru di Kertosono akan memberikan promo diskon bagi pengunjungnya saat pembukaan. Wah waaaahh…. J


Namun, nggak enaknya, di setiap kedai Bakso Mama ini masih kurang nyaman untuk makan di tempat karena belum tersedianya ruangan bebas rokok. Tentunya bila ada pelanggan yang selesai makan kemudian merokok pasti akan meracuni pengunjung lainnya. Padahal biasanya mereka juga membawa anak kecil. Heran ya.


Habis Makan Langsung Merokok


Bahkan Mas petugasnya malah menunggu dan melayani pelanggan sambil merokok. Tentunya, Jombang City Guide yang anti rokok sangat tidak nyaman dengan situasi ini, karena asap rokok sangat tidak baik untuk kesehatan dan merugikan orang lain. Saat asap rokok lenyap, sebenarnya mereka tidak hilang, tapi rontok dan mengendap dalam sajian. Ini berbahaya sekali karena bisa meracuni seluruh bakso yang ada dalam kuali. Bila dalam situasi ini sebaiknya bergegas pulang atau bungkus bawa pulang saja.



Mungkin habis ini ada bakso adik, bakso kakak, bakso mbak, bakso mas, bakso bibi, paman, handai taulan semuanya. Hhehehehhe…….. Bakso Papa belum ada, yang pasti sudah ada di Jombang adalah Bakso Vava yang juga punya bakso raksasa. Hehhehe………..


Bakso Mama
Jl. RE. Martadinata
Jl. Panglima Sudirman
Jl. Hasyim Asyari


Nih, Bakso Mama, ajang ngamuk Bakso. Sudah 'ngamuk' Bakso Super Jumbonya???


“Sayuuuuurrr…. Sayuuuuurr….” Begitulah ‘jingle’ para tukang sayur itu. Nada jingle-nya bisa berbeda tiap tukang sayur, menandakan identitas mereka supaya para konsumen bisa mengenali kedatangan tukang sayur langganannya sedang melintas.


Fenomena tukang sayur keliling ada di setiap kota. Seperti dalam sinetron komedi situasi, tukang sayur di Jakarta digambarkan berupa seorang pria yang mendorong gerobak sayurnya. Berbeda lagi di Malang dan Surabaya, bapak tukang sayur ini tidak menggunakan gerobak, tapi sayur-sayurnya dibonceng dalam rengkek khusus menggunakan sepeda atau sepeda motor. Penggunaan mesin bermotor dalam sepeda para lijo ini tergantung kesejahteraan diri Sang Lijo dan  kalau ada subsidi dari para suami mereka.




Meski sama style-nya dengan Surabaya dan Malang yang rengkek sayurnya dibonceng di atas sepeda onthel atau sepeda motor, bedanya para tukang sayur di Jombang didominasi oleh kaum hawa. Uniknya, Jombang punya sebutan khusus untuk para vegetablewoman ini, yaitu dengan sebutan ‘Lijo’.


Entah darimana kosa kata Lijo berasal di Jombang, yang pasti manusia asal Surabaya dan Malang tidak mengenali perbendaharaan kata ini. Jadi sementara ini hanya Jombang yang punya. Wah, ketemu lagi salah satu Bahasa Endemik nJombangan!




Dalam rengkek lijo, tidak hanya berisi sayur mayur saja. Terdapat aneka bahan makanan yang bisa diolah di dapur para ibu-ibu customernya, seperti tahu, tempe, papaya, mangga, ikan teri, ayam kampung maupun ayam potong, ikan pindang, ikan bandeng, ikan lele, cumi-cumi, dan masih banyak lagi. Sayang, Jombang City Guide belum pernah menemukan lijo yang menyediakan ikan hiu di rengkeknya. Xixixixi…….  



Misalnya Marliyah, yang sudah berprofesi sebagai lijo alias Tukang Sayur Gonceng Keliling selama lebih dari 25 tahun. Sebelum menjadi seorang lijo, Mbak Marliyah bekerja sebagai pramuwisma atau PRT di sebuah rumah. Dari pekerjaannya itu, Mbak Marliyah menabung rupiah demi rupiah.


Ketika tabungannya sudah cukup, Mbak Marliyah’ lalu banting setir menjadi seorang Lijo yang kemudian menjadi profesinya yang bertahan hingga sekarang. Profesinya yang sekarang ini, bisa dikategorikan sebagai entrepreneur. Dari pekerjaannya yang berwirausaha sayur keliling ini, Mbak Marliyah pun bisa membantu perekonomian rumah tangganya.


Setiap pagi ketika manusia biasa masih terlelap dan yang lainnya sedang sibuk sholat tahajjud, Mbak Marliyah dan para lijo lainnya sudah sibuk di pasar untuk kulakan sayur. Hasil kulakannya ini nantinya akan dijual pada para pelanggan setianya yang menanti di rumah.



Mbak Marliyah ini, biasanya berkeliling di seputar Jalan Gus Dur, Stadion Merdeka, Jalan Hayam Wuruk, Jalan Pahlawan dan Perumahan Jombang Permai. Pangsa pasarnya tidak melulu pelanggannya saja, tapi bisa jadi semua orang yang berpapasan dengan Mbak Marliyah. Bisa jadi seorang ibu-ibu yang lijo langganannya sedang libur atau seorang ibu-ibu yang melintas yang sedang berolah raga. Memang, timing keliling Sang Lijo ini tepat di saat warga Jombang sedang berolah raga pagi.

Banyak warga yang sedang berolahraga melintas



Pelanggan Mbak Marliyah biasanya memilih-milih sendiri sayur yang diminatinya. Karena kemajuan teknologi, kadang pelanggannya sudah mengirim pesan singkat di malam sebelumnya untuk memesan bahan makanan apa saja yang perlu dikulak oleh Mbak Marliyah.



Adik Bayi yang menemani nenek berbelanja

Setelah pelanggan selesai memilih aneka makanan, Mbak Marliyah pun menghitung total harga belanjaannya dengan menuliskannya dalam secarik kertas seukuran memo kecil. 

Proses Counting

Proses Billing

Dengan dibayarkannya nota oleh pembeli, maka Mbak Marliyah segera bergegas melanjutkan ‘pengelanaannya’ menuju lokasi pelanggan-pelanggan selanjutnya.


Biasanya, pagi sebelum pukul sembilan tepat, dagangang Mbak Marliyah sudah ludes terjual. Sang Lijo pun bisa segera pulang ke rumah dengan menghasilkan profit yang cukup untuk memperpanjang napas keluarga, dan bila ada sisa maka akan ditabung.



Pemerintah Kabupaten Jombang pun sempat memberikan bantuan modal kepada para lijo ini di pertengahan 2017.  Harapannya, dengan bantuan modal untuk para lijo ini bisa meningkatkan kesejahteraan mereka, dan usahanya bisa makin meningkat. Selain itu bantuan dana ini juga untuk menghidarkan para lijo ini dari para rentenir maupun pada bank titil yang bunganya mencekik.



Masih banyak kisah-kisah lijo seperti Mbak Marliyah, mengingat ada lebih dari 3000 wanita di Jombang yang berprofesi sebagai lijo. Mereka berkeliling ke rumah-rumah, menjaring pangsa pasar ibu-ibu yang tidak sempat ke pasar. Praktis, silaturrahmi, kadang-kadang multifungsi sebagai wahana curhat dan rempon ibu-ibu.

Kamu mau dimasakin apa Dek??? 

Ini apa sih kok malah mainan Ci Luk Ba???

Para Lijo yang setiap harinya bersliweran di jalanan Kota Santri, adalah sebuah potret dari dinamika sosial yang terjadi di Kota Santri. Lijo-lijo ini menjadikan salah satu keunikan  kultur tersendiri yang ada di Jombang.


Mbak Marliyah lijo langgananku, yang mana lijo langgananmu???