Prasasti Tengaran : Warisan Keteladanan Leluhur


Prasasti Tengaran berada di Desa Tengaran, Kecamatan Peterongan, Kabupaten Jombang. Karena terletak di Desa Tengaran, prasasti ini disebut Prasasti Tengaran. Selain itu, prasasti ini disebut juga Prasasti Geweg, karena dulunya, Geweg merupakan nama kuno Desa Tengaran.


Untuk mencapainya, dari Terminal Kepuhsari Jombang menuju ke utara. Lurus saja hingga menemui pertigaan, belok kiri. Setelah belok kiri, kemudian lanjut hingga ada pertigaan lagi belok kanan. Lurus saja sampai bosen hingga dua desa dilalui sampai jalannya hampir habis dan terlihat lintasan jalan tol Jombang-Mojokerto. Masuk gang terakhir di kanan sebelum jembatan lintas tol, lurus hingga ada pertigaan belok kiri. Lurus, hingga jalan mengecil menuju Makam Desa Tengaran.


Keberadaan Prasasti Tengaran masih in situ, artinya tetap di lokasi aslinya yang berada di tengah sawah dan dibatasi tembok pelindung yang dilengkapi pepohonan. Dulunya, lokasi ini adalah hutan belantara. Karena perkembangan zaman, akhirnya berubah menjadi sawah.

Di tengah sawah

Melintasi pematang sawah, Yeeey!!!


Untuk memasuki kompleks Prasasti Tengaran, kita harus menyusuri pematang sawah. Selama menyusuri pematang sawah yang diterpa cahaya mentari senja, tampak dari kejauhan lukisan alam Gunung Penanggungan, dan puncak Anjasmoro yang mempesona.

Hijaunya sawah dan birunya langit

Background Pegunungan Anjasmoro

Parkir Sekenanya

Karena akses jalan yang kecil, tidak ada lahan parkir di sekitar lokasi. Jombang City Guide memarkir kendaraan sebisanya, diantara lalu lalang pengendara motor yang menuju makam. Bagi yang mengendarai roda empat, mungkin harus waspada saat memarkir kendaraannya karena warga yang berlalu lalang dan resiko sisipan sangat mungkin terjadi.


Awas kejeblus got

Resiko sisipan

Kompleks Prasasti Tengaran tak jauh dari makam desa, dan cukup dekat dengan Bangunan Rumah Kecil Makam Mbah Suro Sang Sesepuh Desa. Selain itu, lokasi prasasti ini juga tak jauh dari jembatan penghubung jalan desa yang dilintasi jalan tol di bawahnya. Saat berada di lokasi, kita bisa melihat kendaraan berlalu lalang melintas di jalan tol Mojokerto-Jombang.

Rumah kecil makam Mbah Suro




Prasasti ini dibuat sebagai bentuk terima kasih Sang Raja pada warga setempat karena masyarakatnya sudah berjasa dalam proses pencarian putrinya yang hilang. Sehingga atas rasa syukur itu, Desa Tengaran yang dulunya bernama Desa Geweg dinobatkan sebagai desa sima yang memiliki keistimewaan bebas dari pajak.


Berusia 1000 tahun

Prasasti Tengaran terbuat dari batu andesit dan sudah berusia lebih dari 1000 tahun. Prasasti yang dijadikan tetenger desa ini, merupakan peninggalan Kerajaan Mdang periode Jawa Timur era Raja Mpu Sindok.

Tampak Samping


Ceritanya, Sang Raja beserta permaisuri dan anaknya melintas ke desa ini untuk menuju Gunung Pucangan. Beberapa kisah menyatakan Putri Sang Raja menghilang. Ada kisah lain yang menyatakan Sang Putri konon sedang bertapa di Gunung Pucangan, sehingga Mpu Sindok ingin berkunjung menengok anaknya. Kuat dugaan, putri yang dimaksud adalah Sri Isana Tunggawijaya, yang kemudian menggantikan ayahandanya.


An Interview with The Jupel

Gunung Pucangan sendiri berlokasi jauh di seberang Sungai Brantas. Sungai Brantas ini begitu lebar dan alirannya begitu deras. Karena Sang Prabu kesulitan menyeberang, kemudian Mpu Sindok meminta pertolongan pada masyarakat setempat. Warga desa pun bahu membahu membuat perahu untuk Sang Raja beserta keluarganya sehingga bisa menyeberang sungai dan sampai di utara Kali Brantas.

Prasasti Geweg

Raja Mpu Sindok pun sangat berterimakasih kepada warga Desa Geweg atas pertolongan yang mereka berikan. Sebagai wujud terima kasih, Mpu Sindok pun memberi hadiah berupa tetenger tugu batu bertulis yang berisi penetapan Desa Geweg sebagai Desa Sima. Desa Sima adalah desa yang diistimewakan karena dibebaskan dari pajak.


Penetapan Desa Geweg sebagai daerah istimewa sima dilakukan tanggal 6 Paropeteng Bulan Srawana tahun 857 Saka, yang bila dikonversi ke dalam kalender masehi diperkirakan jatuh pada tanggal 14 Agustus 935 M.


Tengoro di tengah sawah

Sang Raja memberi nama tugu tersebut dengan nama ‘Tengoro’ yang merupakan singkatan dari kata Tengah dan Oro-Oro. Tengoro artinya jauh dari pusat kerajaan atau jauh dari keramaian. Memang penamaan ini benar adanya karena letak Desa Geweg cukup jauh dari pusat ibukota Kerajaan Mdang yang diperkirakan berada di Tembelang dan Watugaluh, Diwek.



Tugu batu bertulis tersebut oleh warga kemudian disebut Gorit yang merupakan kependekan dari tugu digarit-garit. Tugu digarit-garit sendiri, berarti tugu yang terdapat guratan-guratan tertulis di permukaannya.

The Gorit

Tugu batu berukuran tinggi 124 cm dan lebar 78 cm bertuliskan aksara jawa kuno di kedua sisinya. Sisi pertama tertulis dalam 7 baris dan sisi kedua tertulis 16 baris yang dalam Bahasa Jawa Kuno menyatakan bahwa selama Mpu Sindok masih berkuasa, maka Desa Geweg bebas dari upeti. Selain itu juga dituliskan bahwa Mpu Sindok memimpin kerajaan dibantu permaisurinya, Dyah Kbi yang turut serta bersama Sang Raja menyeberangi sungai Brantas.

Aksara Jawa Kuno

Prasasti berbahasa Jawa Kuno

Karena berupa tugu batu, sehingga sering dijadikan masyarakat sebagai tengeran atau penanda sesuatu. Prasasti Tengaran kadang juga dijadikan acuan penanda lokasi, sekaligus semacam gapura. Menurut cerita penduduk setempat, dulu sebelum bertempur pasukan juga sering berkumpul dahulu di sini. Jadi semacam titik kumpul untuk bersiap-siap.



Ketika itu masyarakat tidak banyak yang bisa membaca tulisan, maka mereka hanya menyebutnya sebagai Tugu Tengeran atau Tugu Penanda. Tugu Tengeran menjadi tetenger kebanggaan warga Desa Geweg kala itu, karena merupakan hadiah dari Raja.


Tugu Batu Bertulis

Desa Geweg pun terkenal karena jasanya pada Sang Raja, sehingga akhirnya ikon desa berupa Tugu Tengeran ini lebih terkenal dari nama desanya. Akhirnya untuk lebih mudah dikenali, Desa Geweg pun lebih sering dan dikenal sebagai dengan Desa Tengeran. Karena logat atau pengaruh Bahasa Indonesia, akhirnya nama desa ini kemudian menjadi Desa Tengaran. Desa Tengaran terdiri dari dua dusun yaitu Dusun Tengaran dan Dusun Surobayan. Hingga kini, Desa Geweg merupakan bagian dari Desa Tengaran.

Pak Hadi

Pak Hadi selaku Juru Pelihara Situs Tengaran sekaligus juru kunci seluruh benda purbakala di Jombang adalah orang yang biasanya menjaga lokasi ini. Pak Hadi mengetahui banyak hal mengenai tempat dan lokasi ini, sehingga Jombang City Guide yang sedang berkunjung merasa senang sekali ketika berjuma dengan beliau. Alhamdulillah, sebagai pecinta sejarah bisa melakukan wawancara singkat yang diabadikan dalam video berikut :





Tulisan di prasasti ini sudah tidak begitu jelas, meski Jombang City Guide juga gak bisa bacanya sih.. Bisa jadi karena font-nya yang cukup kecil, atau sebab termakan usia. Atau bisa jadi karena sudah tidak relevan. Memang biasanya sebuah prasasti ada yang disamarkan tulisannya, atau bahkan ada pula yang dihapus paksa karena isinya sudah tidak sesuai dengan kondisi saat itu.


Isi prasasti ini menyatakan Desa Geweg bebas pajak selama Mpu Sindok berkuasa. Setelah Sang Mpu tidak lagi duduk di tahta, tentunya isi prasasti ini tidak lagi relevan dengan situasi saat itu, sehingga ada kemungkinan tulisannya disamarkan meski kala itu masyarakat pun banyak yang tidak bisa membaca tulisan. 


Ada beberapa peneliti yang menyatakan pendapat berbeda mengenai peninggalan-peninggalan Mpu Sindok di Jombang. Mereka berpendapat bahwa peninggalan-peninggalan Mpu Sindok sebenarnya kebanyakan dibuat oleh Raja Airlangga. Dugaan ini masih belum terbukti kebenarannya.


Namun memang, Sang Prabu muda tersebut mungkin melakukannya sesaat setelah keluar dari persembunyian dan penyamarannya di Sendang Made, tak jauh dari gunung Pucangan. Sang Prabu dari Bali ini melakukannya hanya untuk makin meyakinkan rakyatnya bahwa dia benar-benar keturunan Mpu Sindok dan suksesi selanjutnya sehingga layak menjadi menduduki tahta.


Batu Bata Jumbo

Di kompleks Prasasti Tengaran terdapat beberapa batu bata ukuran jumbo. Batu bata kuno berukuran jumbo adalah batu bata khas bahan pondasi bangunan kuno yang mengindikasikan bahwa benda itu adalah peninggalan zaman kerajaan kuno.

Makam desa, lokasi banyak benda purbakala

Beberapa batu bata kuno juga diambil dan dipindahkan dari makam desa yang berada tak jauh dari lokasi prasasti untuk mengamankan benda purbakala ini. Batu bata kuno ini kemudian diletakkan di sepanjang jalan setapak dalam kompleks yang menuju prasasti.

Jalan setapak menuju prasasti

Batu bata kuno ditata berjajar

Batu bata kuno itu tidak polos permukaannya, tetapi memiliki semacam guratan setengah lingkaran yang juga mirip dengan tipikal batu bata kuno di Petilasan Damarwulan dan Situs Sugihwaras yang disinyalir juga merupakan peninggalan kerajaan Mdang. 

Bata kuno bermotif

Guratan pada batu bata kuno

Buah Mahkota Dewa

Selain papan nama yang sudah berkarat dimakan waktu, secara umum kondisi kompleks Prasasti Tengaran termasuk baik. Terutama karena sudah ditetapkannya payung hukum akan perlindungannya, sehingga memiliki tempat yang sudah berpagar dan dilengkapi taman yang asri di sekelilingnya.

Karatan


Payung Hukum


Tampak belakang sisi B

Prasastinya juga tampak masih utuh dan berdiri tegak. Di samping prasasti terdapat dua batu andesit yang lebih kecil, yang diduga adalah umpak yang diletakkan di kanan-kirinya. Prasasti Tengaran juga masih sering dikunjungi oleh para penganut aliran kepercayaan untuk berziarah dan memanjatkan doa. Tampak ada kendi dan dupa bekas pakai di depan prasasti, bukti bahwa ada pengunjung sebelumnya yang menggunakannya.









Genting cungkup atap yang melindungi prasasti bersejarah ini terlihat dalam kondisi yang kurang baik dan agak berserakan. Bila dibiarkan, mungkin lama kelamaan akan mengakibatkan kebocoran dan beresiko roboh seperti cungkup Yoni Gambar.

Genting Cungkup yang Genting Kondisinya



Pak Hadi Sang Juru Pelihara sudah melaporkannya ke Balai Purbakala Trowulan, sayangnya belum ada tanda-tanda perbaikan. Seperti biasa, alasan klise adalah dana membuat upaya perbaikan menjadi begitu lama, selak rusak cyiiiin. Selain itu memang adanya kecenderungan lebih mendahulukan benda cagar budaya lain yang dengan tingkat kunjungan yang lebih populer.




Taman kompleks situs yang asri

Meski demikian, kondisi kompleks Prasasti Tengaran jauh lebih baik dibandingkan Situs Sugihwaras, Situs Karobelah, Situs Pandegong dan banyak benda purbakala lain di Jombang yang belum dilindungi kelestariannya menanti sebuah kepastian maupun belum memiliki kompleks berupa pagar pembatas untuk mengamankannya.




Sayangnya, kadang lokasi Prasasti Tengaran ini digunakan oleh oknum-oknum yang memanfaatkan kesakralan tempat ini, seperti orang-orang yang ingin mencari wangsit untuk mendapatkan nomor togel. Entah apa yang mereka dapatkan dari sini, yang jelas ritual ini termasuk syirik dan tindakan mengadu nasib dengan berjudi tentunya bukan hal yang dibenarkan.




Hewan apa nih???

Hingga kini, lokasi kompleks Prasasti Tengaran juga masih rutin digunakan para penduduk setempat untuk berkumpul, maupun acara syukuran setelah panen. Biasanya mereka menggelar makan bersama sambil mayoran, atau tumpengan sederhana di halaman kompleks Prasasti Tengaran.

Perayaan Panen : Makan-Makan di Kompleks Prasasti Tengaran

Sedekah Desa Tengaran : Tumpeng dan Mayoran Seru

Rutinitas ini bukti bahwa warga desa setempat masih menjaga tradisi yang baik dan bentuk gotong royong cerminan kebersamaan. Sebuah kebanggaan dari sebuah ‘prestasi’ yang turun-temurun yang diwariskan oleh nenek moyang. Semoga dengan adanya prasasti ini, selalu mengingatkan kita untuk menjaga kelestariannya dan meneladani perbuatan baik yang telah dilakukan para leluhur.


Prasasti Tengaran
Dusun Kuno Geweg, Desa Tengaran,
Samping Rumah Makam Mbah Suro
Kecamatan Peterongan, Kabupaten Jombang


0 komentar:

Posting Komentar