Ada banyak jalur pendakian Anjasmoro, karena gunung yang punya nama yang diambil dari nama istri Damarwulan ini punya bentangan yang begitu luas dan masih berupa hutan rimba yang belum terjamah tangan manusia. Bentangan itu memungkinkan pendaki bisa mencapai berbagai titik tertentu yang harus dimulai dari starting point yang berbeda. Jangan sampai salah starting point, karena kalau berbeda bisa salah pencapaian puncaknya.


Jalur pendakiannya juga liar, dan bahkan bisa dibilang tak resmi. Jadi jangan heran bila jalur pendakiannya bukan berupa track ala hiking pada umumnya, melainkan berupa mbrasak pakai parang sekaligus jelajah hutan bekas dilalui penduduk setempat yang mencari hasil hutan. Tapi ada satu pengecualian untuk pos Kancil di Carangwulung yang menuju Puncak Cemorosewu, yang sudah punya perizinan dan jalur yang paling layak dibandingkan lainnya.



Sebagai ‘pemilik’ Gunung Gede Anjasmoro yang bentangannya dianggap paling besar dibandingkan yang lainnya, Jombang tentunya punya banyak titik pendakian yang mungkin tak banyak dikenal. Ada Puncak Cemorosewu, Puncak Alang-Alang, Puncak Tepak Ayem, Puncak Gunung Gapit, dan Puncak Tapak Bunder. Hampir semua belum resmi memang, tapi bukan berarti tak bisa dicapai.



Setelah mencapai beberapa puncak lain yang ada di gugusan Pegunungan Anjasmoro, Gunung Bagging tertarik untuk melakukan pendakian ke Puncak Tapak Bunder via Desa Galengdowo, Wonosalam. Adalah Daniel Patrick Queen yang merupakan pendaki Inggris yang sudah menaklukkan banyak gunung di Indonesia dan Malaysia. Kunjungan Mas Daniel ke Jombang ini adalah yang kedua kalinya setelah sebelumnya melakukan pendakian ke Cemorosewu bareng Cak Kancil dan Pak Endon. Kali ini, Mas Daniel mencoba peruntungannya untuk mendaki puncak kecil di bagian selatan Anjasmoro.


Puncak Tapak Bunder adalah bagian dari pendakian Anjasmoro via Argowayang. Via Argowayang maksudnya buka lewat Gunung Argowayang yang sebenarnya, tapi melalui Desa Galengdowo yang menahbiskan dirinya sebagai Desa Eko-Wisata Edukasi dan Agrikultural Argowayang. Jadi Argowayang ini semacam label nama merek wisata dari Desa Galengdowo. Dalam pendakian Anjasmoro ke Tapak Bunder kali ini, Mas Daniel juga ditemani oleh Pak Endon, Guide Argowayang kebanggaan kita semua.



Puncak Tapak Bunder pun tak begitu menjulang, hanya sampai 1482 mdpl atau bahkan kurang. Dinamai tapak bunder karena puncaknya itu berbentuk dataran batu yang bila dilihat dari atas berbentuk melingkar yang diameternya sekitar 5meter.



Letak Puncak Tapak Bunder yang berada di tengah hamparan pegunungan Anjasmoro sisi selatan, dimana saat berada di puncaknya tentunya menyajikan panorama berbeda dari yang disajikan di Cemorosewu. Tak kalah menarik untuk dieksplorasi, apalagi bila beruntung bisa melihat Puncak Kukusan yang begitu ikonik menyembul di balik megahnya bentangan Gunung Gede Anjasmoro yang mempesona. Ditambah lagi, eksotisme belahan puncak Gunung Gapit juga sangat menarik untuk ditaklukkan.

Puncak Kukusan terlihat menyembul di balik bentangan Gunung Gede Anjasmoro

Sang Boklorobubuh terlihat sedikit

Tentunya, untuk mendapatkan panorama paling bagus haruslah diambil di pagi hari tepat setelah matahari terbit supaya bisa mengambil gambar. Estimasi perjalanan sekitar 2-3 jam, jadi perlu bangun dini hari untuk berangkat ketika fajar sehingga bisa berada di puncak saat sinar matahari mulai mewarnai pagi.


Pak Endon menerima estafet Mas Daniel dari Pendakian Argowayang

Mas Daniel Gunung Bagging sudah bersiap sejak malam sebelumnya, dengan tiba di Galengdowo di tengah hujan setelah pendakian dari Gunung Argowayang yang sebenarnya. Pak Endon sudah siap mengantar dan dua manusia pendaki ini berangkat dari Galengdowo pukul 03.00 WIB ke starting point yang memakan waktu 20menit.



Pendakian dimulai pukul 03.30 WIB di tengah gelapnya hutan rimba Anjasmoro selatan di ketinggian sekitar 900 mdpl. Jelajah kali ini melebihi mbrasak adventure karena menembus hutan di tengah gelapnya langit dengan resiko njegurjurang setiap saat karena tak adanya penyinaran sama sekali.



Pendakian dilakukan dengan menyusuri arah Air Terjun Jurang Singo, dimana air terjunnya akan terlihat deras ketika musim hujan. Menyusuri punggungan gunung selama satu jam penuh dengan medan menanjak dalam ketinggian 1108 mdpl, adalah fase paling berat dalam pendakian Tapak Bunder ini.



Tentunya, jalur pendakian bukan berupa jalan track layaknya pendakian populer pada umumya. Tanah pijakan bahkan tak terlihat karena bagian yang menjadi jalur tertutup tanaman pakis. Perlu parang untuk memudahkan jalan. Bahkan ada pula jalur yang melalui hutan bambu yang alias barongan tak jarang roboh sebagian sehingga menutup jalan. Di kawasan itu dikatakan banyak hewan liarnya. Tapi perlu diingat : bila ada hewan liarnya jelas ada pemangsa di baliknya.



Setelah perjalanan selama satu jam, medan kemudian tak terlalu berat tapi tetap dalam posisi menanjak selama 30 menit. Kira-kira sinar mentari mulai mengintip samar-samar sehingga bisa dilakukan pengambilan gambar dari ketinggian 1200an mdpl. Di titik ini bisa terlihat banyak panorama menarik.



Di sisi selatan tampak Air Terjun Tretes Pengajaran yang menjadi kebanggan Galengdowo dan Jombang sebagai air terjun tertinggi keempat di Indonesia. Sisi barat terlihat Gunung Kelud, Sisi Utara terlihat Kota Jombang yang punya BERIMAN sebagai slogannya. Sedangkan bagian daya terlihat Bendungan Selorejo yang masuk kawasan Malang. Bila beruntung mendaki saat cuaca cerah, panorama cantik ini akan terlihat semuanya. Pendakian masih menyisakan 30 menit lagi perjalanan menuju Tapak Bunder dengan medan yang mungkin sepadan dengan panorama yang tersaji.

Viewpoint dari Puncak Tapak Bunder

Sesampainya di puncak, kebetulan dua manusia pendaki ini mendapatkan keberuntungan dengan cuaca cerah sehingga terlihat gugusan pegunungan Anjasmoro sisi selatan. Panorama cantik dan mempesona berhasil diabadikan. Tampak belahan puncak Gunung Gapit di sisi timur yang misterius dan eksotis. Sedangkan sisi timur laut tampak Puncak Cemorosewu. Gunung Gede Anjasmoro tampak membentang dari utara ke selatan begitu megahnya.

Bentangan Anjasmoro dari Puncak Tapak Bunder

Mas Daniel mengambil gambar

Bagian paling menarik tentunya adalah tampaknya Puncak Kukusan yang sangat ikonik menyembul di balik pentas kemegahan Sang Anjasmoro selatan. Sang Boklorobubuh yang berada di bagian barat terlihat di antara Cemorosewu dan Gunung Gapit. Momentum yang sangat tepat, beberapa menit kemudian awan mulai datang menyelimuti pegunungan sehingga pentas cantik dari Anjasmoro selatan pun tertutup kabut.

Beda Sudut pandang : Puncak Kukusan yang tak lagi terlihat mengukus

Sang Boklorobubuh


Di Puncak Tapak Bunder sendiri belum ada penanda atau penunjuk apapun. Pernah Jombang City Guide meletakkan palang penanda yang telah dipasang Pak Endon, namun hilang diambil manusia yang tak bertanggung jawab. Hhhhhhhhhh..........................................

Hilang!

Selain itu, ada pula tatakan bebatuan yang sepertinya ditata oleh orang yang melakukan ritual tertentu yang disusun dan ‘berhias’ bunga, dedaunan, koin dan telur khas sesajen. Mungkin Puncak Tapak Bunder sudah dianggap sebagai lokasi yang magis sehingga cocok untuk melakukan ritual tertentu.

Bekas ritual


Kopi Argowayang

Setelah menikmati kopi khas Galengdowo, dua pendaki ini bergegas turun. Perjalanan turun jelas lebih cepat yang memakan waktu sekitar satu setengah jam. Selama perjalanan, hal menarik adalah banyaknya tanaman pakis yang mungkin jadi pengalaman baru bagi Mas Daniel berikut kicauan burung-burung di hutan dan monyet-monyet liar yang masih bebas berkelana di alam.


Bersama Mas Daniel di Stasiun

Pendakian diakhiri dengan pulang ke kediaman Pak Endon, membersihkan diri dari dakik sisa mendaki kemudian menikmati kuliner khas Wonosalam berupa sayur-sayuran tradisional kebanggaan Lereng Anjasmoro. Dari Galengdowo, Mas Daniel kemudian lanjut menuju ke stasiun Jombang untuk kembali ke Jakarta. Sayangnya, waktunya belum tepat sehingga tak berhasil mencoba KAI Anjasmoro rute Jombang Pasar-Senen yang baru saja dilaunching.


Puncak Tapak Bunder memang semacam titik kecil yang tak populer dari kemegahan Anjasmoro. Tapi, dari tapak Bunder jelas tersaji pemandangan sisi lain dari Anjasmoro yang menjadi viewpoint yang menarik. Apalagi, terlihat dua puncak Gunung Gapit yang seperti terbelah, menyimpan misteri nan eksotis jadi tampak makin menggoda. Seperti yang sudah tertulis sebelumnya, waktu terbaik untuk mengambil gambar adalah saat matahari terbit. Bagi para pecinta pendakian maupun manusia penggila mbrasak, pastinya bisa menjadikan Tapak Bunder dalam agenda penaklukan selanjutnya.

 

Pendakian Anjasmoro Menuju Tapak Bunder
Desa Galengdowo, Kecamatan Wonosalam,
Kabupaten Jombang
More Information : Pak Endon – 085 2900 5057

Terimakasih untuk Mas Daniel Gunung Bagging atas fotonya yang begitu indah dan boleh ditampilkan di Jombang City Guide. Masih berharap Mas Daniel berkenan mampir ke Gunung Gapit yang eksotis.

Sepanjang jalan di Wonosalam, tampak ada palang kecil hijau sebagai penunjuk jalan yang bertuliskan Eduwisata Sapi Perah Jarak berikut penanda banyaknya kilometer yang harus ditempuh untuk mencapainya. Penasaran dengan lokasinya, Jombang City Guide kemudian menelusuri lokasi untuk menguak misteri tempat wisata seperti apakah yang ditunjuk oleh papan-papan hijau itu. Dipandu langsung oleh Guide Jarak kebanggaan kita semua, Cak Suwanto Hari, Jombang City Guide kemudian memecahkan misteri ini bersama.

Papan penujuk jalan

Dia ada dimana-mana




Menunjukkan apa siiih

Cak Wanto - Guide Jarak Kebanggaan Kita Semua

Bikin pensaran aja


Papan penunujuk jalan penanda edukasi sapi perah jarak itu selalu ada di berbagai titik untuk memandu wisatawan yang penasaran dengan destinasi ini. Rupanya, papan penunjuk jalan itu hasil karya anak-anak KKN UM Surabaya yang pernah bertugas di lokasi. Sangat bermanfaat, dan cukup membuat penasaran hingga Jombang City Guide kini buatkan artikelnya.


Kelompok Tani Budi Luhur

Kantor

Rumah penampungan susu


Sesampainya di lokasi, rupanya eduwisata itu berupa rumah pengumpulan dan pendinginan susu milik Kelompok Tani Budi Luhur dari Dusun Anjasmoro-Desa Jarak yang sudah berdiri sejak 1987. Bangunannya cukup besar dan aksesnya cukup mudah, apalagi mengikuti panduan gmaps meski sinyal byar pet khas puncak gunung. Jadi saran Jombang City Guide, aktifkan penunjuk jalan online itu mulai dari berangkat perjalanan karena di Desa Jarak sangat sulit sinyal telepon seluler apalagi internet.



Akses jalan beton

Mobil bisa lewat



Kondisi gedung Kelompok Tani Budi Luhur tampak masih sangat bagus, memang bangunan itu diperbarui sekitar tahun 2014. Bangunannya pun menarik, dengan aneka cat warna warni bersalur biru dan kuning. Sangat mencolok tapi juga menarik. Bagian depan adalah kantor sedangkan bagian belakang adalah rumah pendingin susu.


Mesin pendingin susu


Ada beberapa mesin

Rumah pendingin susu ini rupanya sudah dilengkapi dengan mesin khusus penyimpan hasil susu sapi perah. Ada lebih dari tiga mesin yang entah masih-masing fungsinya seperti apa. Meski kalah besar dibanding yang ada di Batu dan Pacet, setidaknya susu sapi yang dihasilkan di kelompok tani Budi Luhur ini lebih besar dari tetangganya yaitu Susu Perah Loh Jinawi Galengdowo dan Susu Perah Anjasmoro Sambirejo.


Terlihat modern



Meski sedang tak ada yang bertugas, Jombang City Guide bisa melihat-lihat bagian dalam lokasi mesin pendingin dan area sekitar lokasi. Beberapa papan pengumuman maupun peraturan tampak dipasang di dinding, sehingga membuat kesan modern bagi yang melihatnya. Yang paling menarik dari lokasi ini adalah adanya cat warna-warni berikut gambar sapi Dalmatian di dekat parkiran motor gedung pendingin susu. Lokasi ini, bisa dijadikan spot yang menarik untuk mengambil gambar.



Gambare apik

Berada di Desa Jarak yang merupakan titik tertinggi dari seluruh Wonosalam, hawa sejuk menyelimuti kawasan ini setiap saat. ‘Iklim dingin’ dan kawasan hutan rimba Desa Jarak sangat mendukung untuk produktivitas sapi perah, karena memang makin dingin biasanya susu yang dihasilkan akan lebih melimpah. Berada di Dusun Anjasmoro, lokasi ini agaknya menjadi ‘jantung’ Lereng Anjasmoro yang sebenar-benarnya.


Beriklim sejuk



Kawasan tertinggi di Wonosalam

Ada lebih dari 200 peternak sapi perah di Desa Jarak, bahkan bisa dikatakan hampir tiap rumah punya kandang sapi di belakang rumahnya. Bayangkan bila tiap kandang punya sepuluh ekor sapi, maka bisa dihitung berapa populasi sapi yang ada di Desa Jarak. Tak heran memang dengan rata-rata kapasitas 6000 kiloliter per hari, susu sapi perah Budi Luhur Jarak menjadi kelompok peternak sapi terbesar seantero Jombang.




Jadi bisa dikatakan, Dusun Anjasmoro memang merupakan kampung sapi perah regional Jarak karena begitu banyaknya penduduk yang memelihara sapi perah untuk menghasilkan susu. Karena lokasi tiap kandang tidak dalam satu area khusus melainkan tersebar di tiap rumah, maka pengunjung yang ingin melihat sapi di kandangnya bisa memilih manakah yang akan didatangi. Praktisnya memang, datangilah kandang yang dekat dengan rumah pendingin susu.


Main ke kandang sapi terdekat


Kebetulan, rumah Pak Sekertaris kelompok tani ada di samping rumah pendingin susu. Lokasinya cukup layak untuk dikunjungi, sehingga sangat mungkin untuk dijadikan jujugan. Beruntung sekali, Jombang City Guide datang saat baru saja ada bayi sapi yang lahir petang kemarin sehingga bisa melihatnya langsung dari dekat. Sebuah kesempatan yang mungkin tak terjadi setiap hari. 

Bayek sapi, baru lahir kemarin sore


Melihat sapi dari dekat

Melihat sapi dari dekat dan memberi mereka makan memang hal biasa di desa. Namun bagi manusia perkotaan, melihat sapi Dalmatian merupakan pengalaman tersendiri yang tidak bisa dialami tiap hari. Kegiatan melihat dan memberi makan sapi di kandangnya bisa menjadi hiburan tersendiri bagi anak-anak sebagai bagian dari edukasi pengenalan hewan berikut manfaatnya. Jadi, lokasi ini memang sangat menarik untuk dikunjungi sebagai media pengenalan dan pengamatan.


Melihat sapi

Belajar tentang persususapian

Sehari dilakukan dua kali pemerahan sapi untuk menghasilkan susu perah berkualitas. Biasanya, peternak akan memerah sapinya sekitar pukul 06.00 WIB dan 14.00 WIB. Diantara mereka ada yang sudah memerah menggunakan mesin, ada pula yang masih menggunakan cara konvensiona karena dirasa lebih nyaman. Bagi yang ingin melihat bahkan mencoba sensasi memerah sapi, mungkin harus datang di jam-jam dimana sapi sedang diperah. Tentunya juga atas izin pemilik kandang dan sebaiknya membuat janji terlebih dahulu. Dari peternak nantinya pengunjung akan diajari cara memerah sapi, yang pasti juga harus tertib supaya sapi-sapi tersebut tidak njingkat mengagetkan kawan-kawannya.


Diskusi tentang susu sapi



Selesai memerah susu sapi, hasilnya kemudian dikumpulkan ke rumah pendingin susu. Bila beruntung datang saat pemerahan dan pengumpulan susu, pengunjung bisa melihat hiruk pikuk sibuknya para petugas dan peternak di rumah pendingin susu. Nanti di malam hari, semua susu akan dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam truk tanki lalu dikirim ke perusahaan susu skala nasional di Pasuruan.

Garasi

Truk Tanki pengangkut susu

Memang, destinasi ini bukan seperti Cimory yang ada di kota sebelah. Bahkan, lokasi wisata edukasi sapi perah Jarak ini sebenarnya bukan destinasi wisata sama sekali, melainkan tempat dimana para peternak sapi perah berkumpul. Selain itu belum tersedianya guide yang standby di lokasi. Jadi, pengunjung yang ingin melihat kandang sapi maupun proses pengumpulannya mungkin harap maklum bila tak seindah seperti destinasi wisata sejenis yang mungkin lebih terkoneksi dalam satu lokasi.





Meski demikian, ada Mas Wanto sebagai guide yang siap sedia mengantar dan menemani. Jadi Mas Wanto lah nantinya akan menghubungkan pengunjung dengan peternak sapi sehingga kegiatan ‘darmawisata’ ini jadi lebih mudah. Meski bisa juga tanpa mas Wanto, tapi para pengunjung mungkin harus izin dan berkomunikasi sendiri dengan penduduk setempat terutama petugas dan pemilik kandang. Terimakasih pula bagi anak-anak KKN yang mungkin punya pandangan visioner bahwa rumah pendingin susu ini bisa dijadikan destinasi yang apik di Jarak.


Wisata Edukasi Sapi Perah Jarak




Potensi wisata dari Kelompok Tani Sapi Perah Budi Luhur memang masih terpendam. Namun, dengan adanya rumah pendingin susu yang apik ini, rasanya warga Jombang pun tak peru jauh-jauh menuju kota sebelah untuk sekedar berwisata tipis-tipis. Meski sederhana, namun bisa jadi wahana pengenalan yang menyenangkan bagi anak-anak termasuk bagi Si Bakpo, bayi Jombang City Guide yang mungkin sudah tak bisa disebut bayek lagi.



Wisata tipis-tipis : Melihat bayi sapi dari dekat

Seperti yang telah disebutkan di atas, lokasi ini sebenarnya bukan destinasi wisata sama sekali. Mirip dengan Kampung Sapi Perah yang ada di fitur Wisata Argowayang dalam Jelajah Desa Galengdowo, dan sangat berbeda dengan KANSA yang berada dalam satu lokasi meski dalam skala kecil.




Mereka dengan senang hati menjelaskan

Namun pengunjung yang tertarik boleh ikut mengamati dan datang untuk melihat beberapa prosesnya, asalkan datang di saat yang tepat dan tertib selama kunjungan. Bisa juga yang ingin mengetahui tentang dunia persusu-sapi-perahan pasti orang-orang yang sedang standby dengan senang hati menjelaskan tentang seluk beluknya. Karena kondisi riil di lapangan, jadinya belum ada tiket masuk yang dikenakan. Meski tak ditarik biaya, agaknya pengunjung sebaiknya memberikan buah tangan atau oleh-oleh maupun buah tangan bagi peternak yang telah dikunjungi sebagai bentuk silaturrahmi yang baik.


Bisa juga dengan melakukan pembelian susu hasil perah penduduk. Harga berkisar Rp. 7000,- per liter untuk susu sapi yang sangat murni dari dataran tertinggi di kawasan Anjasmoro. Pembelian bisa dilakukan dengan catatan tiap pengunjung tak membeli lebih dari sepuluh liter karena adanya ikatan perjanjian dengan perusahaan susu skala nasional.





Jadi, kapan mampir ke Eduwisata Sapi Perah Jarak??? Cukup menarik sebagai destinasi pengenalan sapi perah dan belanja susu sapi segar, ‘kan????



Wisata Edukasi Sapi Perah Jarak – Kelompok Tani Budi Luhur
Dusun Anjasmoro, Desa Jarak
Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang
Guide Jarak : Suwanto Hari - 085 733 18 7273