Situs purbakala dengan delapan umpak sederhana ini berada di Dusun Sukorejo, Desa Grobogan, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang. Situs Grobogan, dinamakan demikian karena situs peninggalan sejarah Kerajaan Majapahit ini berada di Desa Grobogan.



Grobogan, adalah nama salah satu desa yang ada di Mojowarno. Nama Grobogan sendiri, memiliki kesamaan dengan nama sebuah kota berbentuk kabupaten di Jawa Tengah. Grobogan di Jawa Tengah juga memiliki banyak peninggalan sejarah maupun prasejarah. Peninggalan sejarah di sana berasal dari Kerajaan Mataram Kamulan yang merupakan cikal bakal Mataram Kuno di Jombang, Jawa Timur. Mataram Kuno yang disebut juga Kerajaan Mdang ini juga menjadi cikal bakal hampir semua kerajaan besar di Jawa Timur, termasuk Majapahit Wilwatikta.


Lokasi Situs Grobogan di Jombang, tak jauh dari lokasi Yoni Gambar dan masih satu desa dengan Wana Wisata Sumberboto. Memang, situs ini berada tak jauh dari Jalan Raya Sumberboto. Jadi tak ada salahnya kita menambah destinasi wisata ketika mengunjungi hutan kayu ulir di Sumberboto kemudian dilanjutkan mampir ke Situs Grobogan, sekalian wisata kebun kelengkeng.


Bila dari arah Jombang, kita bisa mencapainya dengan menuju arah pertigaan terminal Mojoagung yang terdapat Watertoren Mojoagung itu. Dari pertigaan itu, belok kanan hingga melewati jembatan Mojolegi. Perempatan pasca jembatan belok kiri masuk Gang Kawinongan. Dari Kawinongan, kita bisa bertanya pada penduduk setempat, karena penunjuk jalan untuk menuju situs ini sepertinya sudah lapuk atau roboh termakan usia.


Lebih mudahnya lagi, kita bisa menuju lokasi dengan mencari kediaman Pak Kiai Ainun Najib karena Situs Grobogan berada di pelataran Masjid Al-Waladun Najib Al-Muhajirin yang kini dijadikan kebun kelengkeng. 

Kediaman Pak KH. Ainun Najib

Jalan Desa Grobogan

Jalan menuju lokasi Situs Grobogan bisa dilalui dengan mobil. Sayangnya akses jalan berlubang nan becek mungkin belum tersentuh pembangunan seperti layaknya jalan-jalan beton yang sedang giat dibangun pemerintah Kabupaten Jombang.

Betjek : Becek, Becek, Becek


Gerbang Khusus Pengunjung Situs Grobogan

Kita akan menemukan papan nama Situs Grobogan di depan pagar yang menyatu dengan pagar masjid lengkap dengan papan larangan perlindungan situs cagar budaya. Gerbangnya dibuat khusus untuk pengunjung Situs Grobogan, meski ketika memasukinya tetap bisa tembus ke pelataran masjid yang dipenuhi pohon kelengkeng.

Di balik rimbunnya kebun kelengkeng

Di balik rimbunnya pohon kelengkeng yang sering didatangi codot ini, kita bisa menemukan umpak-umpak ini berdiri di tempatnya. Situs Grobogan terdiri dari delapan umpak batu berbahan batu andesit. Umpak sendiri adalah batu yang dijadikan alas tiang batu sendi. Seperti sebuah pilar, biasanya di bagian bawahnya terdapat pondasi penyangga tiang, dan itulah fungsi umpak ini.

Kebun Kelengkeng Grobogan


Terdapat cekungan berbentuk persegi di bagian atas umpak-umpak kuno ini, yang diduga sebagai lubang untuk meletakkan tiang pancang. Tiang pancangnya sendiri diperkirakan tidak terbuat dari batu andesit tapi terbuat dari sesuatu yang sudah lapuk seperti kayu sehingga kondisinya sudah tidak diketahui lagi bentuknya karena mungkin sudah hilang atau hancur termakan usia.


Karena Situs Grobogan tidak memiliki cungkup di atasnya seperti Situs Yoni Gambar yang sudah runtuh, situs berbahan batu andesit ini sering kehujanan sehingga lubang persegi di tiap umpak terisi air bekas hujan. Air bekas hujan ini kemudian menjadi sarang jentik-jentik nyamuk. Meski demikian, umpak-umpak bersejarah ini tidak terlalu berjamur dan dalam kondisi yang baik.

Berjentik Nyamuk

Umpak-umpak ini memiliki yang ukuran yang berbeda-beda, namun ukurannya memang cukup besar bila dijadikan pondasi tiang penyangga. Umpak terkecil, memiliki ukuran kira-kira setinggi lutut wanita dewasa seperti Jombang City Guide. Tinggi perkiraannya sekitar 75cm. Jadi bisa dibayangkan, bila pondasi tiangnya saja berukuran begitu besar betapa tinggi tiangnya dan megahnya bangunannya.


Meski ukurannya berbeda-beda, secara garis besar umpak-umpak ini memiliki tipikal bentuk yang sama. Bagian atasnya berbentuk segi delapan, mirip dengan logo Wilwatikta yang juga punya shape segi delapan. Sedangkan di bagian bawahnya membentuk persegi. Di tiap bagian sisi sampingnya, permukaannya diukir dengan pahatan sederhana yang sekilas mirip logo trefoil daun milik Adidas Original.  

Pahatan mirip Adidas Sports Heritage

Umpak-umpak ini berada di lahan pribadi milik KH. Ainun Najib. Meski namanya sama, KH. Ainun Najib ini bukanlah Emha Ainun Najib yang kita kenal dengan Cak Nun dari Sang Budayawan Asli Jombang dari daerah Sumobito.

KH. Ainun Najib dan Istri


Dulunya umpak-umpak ini terbengkalai di tempatnya di sawah. Benda purbakala ini tersebar di beberapa tempat yang masuk dalam lingkup lahan yang dimiliki oleh leluhur Pak Ainun Najib secara turun temurun. Keluarga Pak Ainun Najib pun sudah merawatnya secara turun-temurun, hingga Balai Pelestarian Purbakala Trowulan datang melakukan pengamatan.


Kemudian ditetapkanlah situs yang berada di lahan keluarga ini, sebagai Situs Grobogan dan dipasang tanda peringatan maupun papan nama. Umpak-umpak tersebar kemudian ini digabungkan dalam satu lokasi. Ketika ada pembangunan, lalu situs berumpak ini  lokasinya dipindahkan dan dijadikan satu di pelataran masjid yang didirikan Sang Kiai.



Tujuh umpak disandingkan berjajar. Tiga deret umpak dan deretan lainnya berupa empat umpak tampak berdampingan. Tersisa satu tempat umpak, namun terlihat satu umpak berdiri terpisah dari rekan-rekannya.


Awalnya Jombang CIty Guide mengira satu umpak ini khusus in situ yang letaknya masih asli dari tempat awalnya. Atau bisa jadi karena susah dipindahkan sehingga dibiarkan terpisah. Namun ternyata pendapat Jombang City Guide salah. Satu umpak penyendiri ini, rupanya punya cerita tersendiri. Dari kisah yang dituturkan Pak Ainun Najib, ternyata umpak penyendiri ini memiliki selubung mistis dalam kisahnya.


Ketika dipindahkan, Pak Ainun Najib mengerahkan sekelompok pria dewasa untuk mengangkatnya. Pemindahan umpak-umpak jumbo ini dilakukan dengan lancar seperti pemindahan batu pada umumnya, dengan formasi peletakan delapan deretan umpak berjajar, empat-empat berdampingan.

Umpak Penyendiri

Esok paginya, satu umpak ‘penyendiri’ ini berada di tempat yang berbeda dengan rekan-rekannya. Entah siapa yang memindahkan.

Di lain kesempatan, Pak Ainun Najib bersama para kru kembali memindahkan satu umpak penyendiri itu bersanding bersama kawan-kawannya.

Kembali, satu umpak penyendiri itu didapati sudah berpindah tempat keesokan harinya. Umpak penyendiri itu kembali di tempat yang sama yang berbeda dari rekan-rekannya. Entah siapa yang memindahkan. Siapa cobak??!!!

Lonely Umpak

Bayangkan, umpak sebesar itu, berpindah tempat dalam satu malam. Entah siapa yang memindahkannya, pastinya tenaganya begitu besar sehingga tidak menimbulkan kegaduhan saat memindahkannya. Dan cling! Esok paginya sudah berada di tempat yang berbeda dengan kawan-kawannya.


Kejadian berulang hingga dua kali, sehingga Pak Ainun Najib yang cukup gemas dengan satu ‘umpak bandel’ ini akhirnya membiarkannya ‘sendiri’ dalam pijakannya.


Di Balik kisah mistis yang menyelimuti Si Umpak Penyendiri ini, masih ada misteri yang belum terpecahkan mengenai Situs Grobogan. Beberapa peneliti, maupun ilmuwan Belanda sudah beberapa kali mengunjungi lokasi ini untuk melakukan pengamatan dengan melihat catatan-catatan kuno peninggalan era Wilwatikta.


Bila memang umpak-umpak ini adalah penyangga tiang dari semacam bangunan. Meski pilarnya sendiri sudah hilang dan bagian atasnya pun sudah tidak bisa diketahui bentuknya lagi, dengan melihat ukurannya yang begitu besar kita pun bisa memastikan  dulunya di sini ada bangunan yang cukup besar. Dugaan tempat ini dulunya merupakan lokasi pendopo, atau keraton maupun istana Kerajaan Majapahit pun menyeruak.


Senada dengan penuturan Pak Kiai Ainun Najib yang menyatakan ketika dilakukan pembangunan pelataran, masjid dan kediaman keluarga, memang ditemukan banyak benda purbakala seperti pondasi batu bata kuno yang berukuran jumbo. Selain itu ditemukan beberapa artefak dari batu andesit, termasuk bekas gapura-gapura.


Masuk akal, mengingat Situs Grobogan berada tak jauh dari Mojoagung yang diyakini sebagai ibukota kerajaan berjuluk Wilwatikta ini. Selain itu Laskar Mdang juga menuturkan bahwa tempat ini juga tak jauh dari Candi Ruk Rebah dan Candi Japanan yang tertera di Kitab Negarakertagama.


Sayangnya Balai Pelestarian Cagar Budaya seakan bergeming dan kurang jeli dengan fakta ini sehingga tampak acuh tak acuh terhadap penemuan Pak Ainun Najib. Tidak mendapat respon, Pak Ainun Najib pun melanjutkan pembangunan kediamannya.


Bayangkan apa yang terkubur di bawah sini


Padahal bila ditelisik lebih lanjut, bisa jadi dugaan para Pak Ainun Najib benar dan dapat menjadi penemuan besar bagi para arkeolog pemburu misteri Kerajaan Majapahit.

Masjid Al-Waladun Najib Al-Muhajirin


Kini lokasi ini sudah menjadi tempat ibadah yang terbuka untuk umum. Selain itu dibagun pula rumah yatim di samping masjid dan rutin diselenggarakan pembagian sedekah di hari ketujuh setiap bulan untuk para janda dan anak yatim. Bagi siapapun yang juga ingin bersedekah dan memberikan bantuan untuk para penerima zakat, dipersilakan bergabung.

Rumah Yatim

Mengunjungi Situs Grobogan, kita bisa mendapatkan tiga jenis wisata sekaligus. Wisata sejarah pastinya, wisata kebun kelengkeng, bahkan wisata tempat mistis. Hehehehe.... Jadi bagi yang tak ingin jauh-jauh ke Plandaan untuk melihat wisata Kebun Kelengkeng Suwarno, kebun kelengkeng Grobogan milik Pak Ainun Najib bisa dijadikan alternatif jujugan. Selain itu kita bisa menumpang sholat di masjidnya, tempatnya nyaman, bersih dan teduh.


Numpang Sholat juga

Kisah mistis Situs Grobogan masih menyisakan misteri pemindahannya maupun misteri bangunan apa yang dulu berdiri di sini. Misteri ini belum terpecahkan. Apa menunggu Belanda datang untuk mengklaimnya?????

Mistisery : Mistis dan Misteri

Situs Grobogan
Jalan Desa Grobogan
Di Kebun Kelengkeng Kediaman Pak Ainun Najib
Pelataran Masjid Al-Waladun Najib Al-Muhajirin
Dusun Sukorejo, Desa Grobogan,
Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang


RanuQumbolo : Ranukumbolonya Jombang

Agrowisata PDP Panglungan punya pesona lain berupa telaga yang dianggap sebagai Ranukumbolonya Jombang, yaitu Sumber Air Gondang. Telaga Gondang sendiri, oleh warga sekitar sering disebut Danau Kepluk. Telaga Gondang adalah bagian dari Kebun Rayanya Jombang di Agrowisata PDP Panglungan, selain koleksi di Taman Kehati Wonosalam dan potensi budidaya Kebun Buah Naga.


Ranu Gondang merupakan danau terbesar di Wonosalam. Telaga Gondang merupakan sebuah mata air yang dibendung membentuk sebuah telaga. Jadi sebenarnya Danau Kepluk ini lebih tepat disebut waduk.


Akan tetapi nama Waduk Gondang, mungkin agak rancu ketika kita mengetikkannya di search engine mbah google. Ini disebabkan adanya lokasi dengan nama yang sama di Lamongan dan Karanganyar. Sehingga Jombang City Guide lebih suka menyebutnya dengan Telaga Gondang, karena ukurannya yang tak sebesar danau dan membedakan dengan waduk di dua kota di atas.

Sumber Air Gondang

Sumber Air Gondang, dinamakan Gondang mungkin karena lokasinya yang berada di dekat dengan Dusun Gondang. Lokasinya memang berada di dalam wilayah Agrowisata PDP Panglungan, yang terletak di Dusun Sumberjo, Desa Panglungan, Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang Kota Santri yang BERIMAN.

Papan nama Sumber Air Gondang

Untuk menuju telaga ini, kita harus masuk lokasi Agrowisata Panglungan, dan menyusuri jalan masuknya. Kemudian di kanan jalan kita akan menemukan papan nama Sumber Air Gondang. Di dekat sebelum tempat berdirinya papan nama itu ada sebuah gazebo yang bisa digunakan untuk istirahat, piknik, bersantai beristirahat maupun berteduh.

Gazebo dan Dandelion Jowo

Dari Gazebo itu ada jalan setapak yang dikelilingi rerumputan, yang menuju langsung ke telaga. Dari bukit jalan setapak, dari kejauhan kita bisa melihat langsung telaga yang dikelilingi oleh pepohonan. Bila telaga yang tersembunyi di balik rimbun pepopohan sudah terlihat, tandanya waduk sudah dekat.


Selain telaga yang asri, kita juga bisa menikmati hamparan rerumputan dan pepohonan yang membingkai tepian telaga. Bila diambil dari sudut yang tepat, telaga ini tampak seperti danau yang begitu indah, mirip Ranukumbolo yang ada di Lumajang. *menghibur diri*


Telaga terbesar di Wonosalam ini sepi pengunjung, meski saat weekend. Jadi saat singgah di sini, serasa ada di telaga pribadi. Hanya ada beberapa pengunjung seperti warga sekitar yang lewat atau sekedar memancing. Bila berkemah di sini, terutama saat langit malam musim panas yang cerah, kita bisa melihat hamparan bintang di langit dengan berhias kabut susu galaksi Bimasakti.

Memancing di RanuQumbolo

Kita bisa berpiknik di tepi telaga sambil memandangi hijaunya panorama alam. Beberapa pengunjung yang beruntung saat berkunjung di cuaca cerah bisa menyaksikan megahnya puncak Gunung Anjasmoro sebagai background telaga. Bisa juga sambil memancing ikan di telaga. Menurut bapak-bapak yang memancing ini, ikan yang didapat biasanya ada mujair dan sejenisnya.

RanuQumbolo

Dulunya di tepian telaga ini banyak semacam ‘halte’ yang bisa digunakan untuk duduk dan memandangi telaga dari tepiannya. Namun kini keberadaan halte-halte tersebut sudah tidak diketahui lagi.

Hujan rintik-rintik

Sebagai bagian dari kebun raya, banyak pepohonan di dalamnya. Mirip seperti hutan, sehingga apabila cuaca tak terlalu panas, tak jarang saat kita sedang piknik tiba-tiba turun hujan ala guyuran hutan hujan tropis. Hujannya rintik-rintik dan awet sehingga cocok rasanya bila sudah membawa bekal durian yang dibeli di depan pintu masuk dan menikmatinya di gazebo.

Menikmati Durian Wonosalam

Sumber Air Gondang merupakan salah satu dari mata air naungan proyek Brantas dan KEPUH berupa perlindungan mata air yang kiprahnya sudah banyak diliput di Mongabay dan Kick Andy. Perlindungan ini dilakukan mengingat status mata air di Wonosalam yang makin kritis.


Ada puluhan mata air di Wonosalam dan Waduk Gondang adalah salah satu mata air yang masih tersisa. Semua mata air yang tersebar di Sembilan desa di Wonosalam seluruhnya mengalir melalui kali Jarak dan bermuara di Sungai Brantas.

Penebangan hutan secara liar dan penjarahan kayu hutan Wonosalam di era kisruh reformasi membuat mata air di Wonosalam makin sedikit dan banyak yang hilang. Hutan yang gundul dan pengerukan batu alam dan pasir gunung menyebabkan banjir bandang di kota tetangga Mojokerto, yang juga berdampak pada wilayah lereng pegunungan Anjasmoro.


Potensi Telaga Gondang di Agrowisata PDP Panglungan sebagai jujugan wisata juga mungkin perlu ditingkatkan lagi dengan aneka lini yang harus diperbaiki lagi. Terbukti saluran air sekitar telaga kurang diperhatikan pengelola dan dibiarkan rusak. Jembatan penghubung bukit dan tepian telaga dibiarkan tak terawat, padahal di bawahnya adalah tempat untuk mengatur aliran pembuangan air dari waduk.


Selain itu tidak terurusnya waduk membuat telaga ini tampak keruh dan ada lumut yang menutupi permukaannya. Mungkin ini pula yang membuat airnya surut dan keruh hingga tak lagi menampakkan keindahannya.

Air Keruh : Lumut memenuhi permukaan

Sebagai warga yang sangat mencintai kotanya, rasanya sayang sekali potensi yang dibiarkan mangkrak begitu saja. Begitu ironis di tengah maraknya kemunculan jujugan agrowisata lain di Jombang yang bahkan mempesona para wisatawan dari kota tetangga.


Kebun Raya-nya Jombang yang dilengkapi Ranukumbolo ala Wonosalam ini buka mengikuti jadwal Agrowisata PDP Panglungan. Buka pukul 07.00 WIB dan tutup pukul 14.00 WIB. Tutupnya tak terlalu sore karena biasanya gate akan ditutup karena petugasnya sudah pulang.  Buka setiap Senin hingga Sabtu, dan tutup di hari Ahad. Bila kita ingin menikmati akhir pekan di sini, masih bisa berkunjung di hari Sabat. Jadi untuk merasakan ketenangan singgah di Danau Kepluk ini bisa memilih dalam rentang waktu tersebut.


Untuk masuk ke sini dan menikmati pemandangan, tidak dipungut biaya. Namun sebagai manusia yang bermartabat hendaknya kita tidak memetik buah sembarangan, apalagi tanpa izin petugas. Juga jangan merusak pohon, maupun membuang sampah sembarangan di lokasi dan dimanapun juga sebenarnyakarena akan merusak kelestarian lingkungan.

Memancing di air keruh

Pesonanya memang jelas kalah jauh dibandingkan Ranukumbolo aslinya, tapi sebagai warga Jombang yang doyanwisata tipis-tipis, berkunjung ke Telaga Gondang tak kalah senangnya. Karena Jombang City Guide benar-benar paham rasanya menjadi warga Jombang yang sudah terlalu haus akan destinasi wisata, dan tak semuanya bisa untuk pergi jauh berwisata ke kota tetangga.

Bagaimana, kalau kita sebut Danau Kepluk ini RanuQumbolo saja??? Xixixixix..............

Entah masalah klise seperti dana atau sejenisnya, pengelola yang disini adalah pemerintah daerah hendaknya lebih sadar bahwa lokasi ini tidak hanya sebagai tempat untuk bumi perkemahan saja, tapi juga memiliki potensi yang begitu besar untuk dijadikan sebagai jujugan wisata keluarga yang meski gratis tapi harus tetap berkesan manis di benak pengunjungnya.



Telaga Gondang
Agrowisata Perusahaan Daerah Perkebunan Panglungan
Dusun Sumberjo, Desa Panglungan
Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang
Buka Hari Senin - Sabtu

Pukul 07.00 WIB - 14.00 WIB

Intinya jangan membuat kerusakan di muka bumi