Soto Dhog adalah makanan khas Jombang, dimana pemerintah Kabupaten Jombang sedang mengagendakan rancangan penetapan Soto Dhog sebagai makanan khas Kota Santri, di samping parade makanan khas Jombang lainnya seperti Lodeh Kikil Mojosongo dan aneka olahan Durian Bido endemik Wonosalam.


Bisa dikatakan Jombang adalah Kota Santri Gudangnya Soto Daging yang nikmatnya tiada tara. Selain citarasa unggulan, gebrakan botolnya yang bikin jantungan. Meski bikin jantung korslet, tapi makanan ini tetap ngangenin



Sahabat Jombang City Guide dari Kota Tahu sebelah, mengakui bahwa Soto Jombang adalah primadona dalam dunia Persotoan Regional Jawa Timur. Seakan-akan semua soto yang dijual di Jombang, bahkan Soto Ayam sekalipun, rasanya merata : Superior.


Salah satu soto dhog yang sudah senior dan menjadi langganan Bapak Bupati kita tercinta yaitu Pak Nyono Suharli Wihandoko adalah Soto Dhog Pasar Senggol yang bertempat di Jalan Melati. Bila Bu Tjaturina Yuliastuti, sering andok di Soto Ayam Gang Buntu, maka Pak Nyono pernah terlihat di Soto Dhog Pasar Senggol.

Bupati Jombang
Bapak Nyono Suharli Wihandoko

Pak Bupati Nyono datang dan andok dengan pengamanan maksimal anggota kepolisian yang mengamankan lokasi sehingga sempat membuat Pasar Senggol agak tertutup.


Soto Dhog Pasar Senggol ini pertama kali buka sekitar tahun 1970-an. Jombang City Guide masih ingat saat diajak andok Bapak setiap sore di sini. Saat itu tahun 1990-an dan kami masih kecil.




Satu yang tak berubah dari Soto Dhog ini adalah gebrakan botol kecapnya yang begitu menggelegar. Di saat gerbrakan para penjual Soto Dhog lain di Jombang mulai melemah karena dimakan usia, atau penerusnya enggan menggebrag terlalu keras, berbeda dengan Soto Dhog Pasar Senggol. Soto daging yang digawangi oleh Cak Slamet ini tetap menggelegar, dan Jombang City Guide, yang sudah lama tak mampir kesini juga masih tetap njumbul tersentak kaget karena gebrakannya. Masih sama kagetnya seperti saat kami kemari ketika kecil.

Botol kecap Sebagai Sarana Gebrak

Dan usilnya, Pak Penjualnya malah ketiwi-ketiwi saat kami makan dan njumbul saking kagetnya. Xiixixixixi……….

Malah Ketiwi-Ketiwi

Soto ini masih sama seperti dulu, sama juga dengan soto daging lain di Jombang yang menjual soto dengan opsi aneka lauk jerohan yang bisa ditambahkan dalam mangkuk soto. Dijual seharga sepuluh ribu rupiah tiap mangkuknya. Apabila kita kurang puas dengan lauk dagingnyam kita bisa menambahkan beberapa ribu rupiah bila kita ingin variasi lauk.


Jajaran Teh Hangat ala Si ikin juga masih tertata rapi, disajikan untuk para andokers sehingga mereka tak perlu lagi memesan minuman karena sudah tinggal ambil di meja saji.

Teh Si Ikin

Seperti ciri khas Soto Dhog pada umumnya pula, wakul nasi dibungkus dengan kain putih seperti pocong, yang juga terlihat di setiap warung Soto Dhog Stadion, Soto Dhog Pahlawan, dan Soto Dhog Kuali Ringin Conthong.


Sesekali Pak penjual menyumet rokoknya tanpa khawatir bayi yang dibawa Jombang City Guide kelagepen. Begitu pula Pak Kru Penyiap Minuman, maupun pengunjung lain. Asap rokok yang membahana di sini mungkin tidak ramah bagi kami yang anti-rokok, sehingga lebih baik segera hengkang atau berjalan-jalan di Pasar Senggol untuk mencari udara segar.


Beberapa orang biasanya menyempatkan membeli aneka kebutuhan sandang yang dijual di Pasar Senggol yang berada di sepanjang Jalan Melati, kawasan yang sama dengan Soto Dhog ini.

Jalan Melati Jombang

Soto ini buka setiap hari, libur saat ada pesanan. Ada dua shift soto di sini. Shift pagi buka mulai pukul 08.00 WIB. Shift sore buka pukul 15.00 WIB. Masih satu dinasti, meski kualinya beda. Sehingga tidak usah kuatir tentang citarasa karena resepnya sama.




Ayo-ayo andokers semua, mosokkalah sama Pak Nyono yang langganan di sini??? Kapan mampir juga ke sini???


Soto Dhog Pasar Senggol by Cak Slamet
Pasar Senggol / Pasar Bhayangkara
Jl. Melati, Jombang
Di samping Toko Kaca Hasil


Goa Jepang di Alas Gedangan, yang dulunya dijadikan tempat persembunyian senjata tentara Jepang sekarang dijadikan tempat wisata yang menarik untuk kalangan muda. Pihak Perhutani selaku pengelola menggandeng karang taruna setempat untuk menyulapnya menjadi destinasi wisata baru yang tak hanya menyuguhkan nilai sejarah tapi juga rekreasi yang digandrungi anak muda masa kini. Kids Jaman Now gitu loh.



Alas Gedangan, masuk dalam wilayah kecamatan Mojoagung. Lokasinya yang berada di jalur menuju Wonosalam membuat Wana Wisata Goa Jepang ini sering dikira bagian dari Wonosalam. Memang, lokasinya hanya setengah kilometer dari perbatasan Mojoagung-Wonosalam, dan hanya 8 kilometer jaraknya dengan Bukit Hijau Pinus yang menyajikan destinasi wisata sejenis. Bedanya, di Gua Jepang ini terhampar pepohonan Jati, sehingga layak pula disebut Bukit Jati.

Tentara Jepangnya sudah minggat karena kalah perang

Seperti di Taman payung tapi versi bola

Pagar Bambu

Dinamakan Alas Gedangan, karena lokasinya yang berada di hutan yang terhampar di daerah Gedangan Mojoagung, yang merupakan bagian dari tanah Perhutani. Gedangan ini juga merupakan pintu masuk ibukota kerajaan Majapahit bagian timur yang berada di Jombang.

Bukit Jati

View Jurang

Untuk menuju tempat wisata yang terletak di bukit yang dipenuhi pohon jati ini sangat mudah dan bisa dicapai dengan mobil. Dari pertigaan terminal Mojoagung yang ada Menara Air adik kecil watertoren Ringin Conthong itu, kita kearah selatan. Sebelum jembatan besar, ada pertigaan Mojolegi, kita belok kiri mengikuti rambu penunjuk arah yang menyatakan arah menuju Wonosalam dan Agrowisata Panglungan.

Jalan menuju lokasi sudah aspal

The Gate

Lurus terus hingga berjumpa dengan jalan bercabang, kita ambil arah kanan. Ikuti arah jalan hingga habisnya rumah-rumah penduduk, berarti kita sudah masuk Alas Gedangan. Lanjut ikut arah jalan hingga kita bertemu dengan gapura di kiri jalan  yang sudah dihias bertuliskan “Selamat Datang di Wana Wisata Goa Jepang” yang menandakan kita sudah tiba di lokasi.

Gerbang di pinggir jalan aspal


Untuk masuk ke tempat wisata naungan Perhutani ini, kita kini diwajibkan membayar Rp. 5000,- per orang yang dibayarkan di loket masuk di sebelah gapura. Bayi dan anak-anak digratiskan, termasuk yang dibawa Jombang City Guide.

Loket


Parkir roda 4

Tarif parkir untuk mobil seharga sepuluh ribu rupiah dan motor separuhnya. Petugas yang berjaga di lokasi adalah karang taruna setempat, dan seluruh tiket hasil parkir dan karcis masuk diserahkan ke PLH Perhutani sebagai pihak pemilik lokasi wisata.


Parkir Sepeda Motor


Wana Wisata Gua Jepang yang merupakan destinasi utama di tempat ini, kini dilengkapi dengan spot foto dan rumah kayu serta berbagai infrastruktur lain yang memungkinkan membuat lokasi ini makin populer.

Rumah Kayu



Sambil Ngupil
Kayunya agak kurang halus, awas telusupen
Menuju Spot Selfie
Menuju area selfie

Gardu pandang sebagai spot foto ini kini lebih populer dibandingkan Gua Jepangnya sendiri, karena pengunjung lebih memilih untuk berfoto ria di spot selfie sedangkan tak banyak yang mau turun karena medan yang terjal dan yah.. tau sendiri lah namanya gua…. Bismilah dulu…

Nongkrong





Spot Foto ini terdiri dari banyak gardu pandang, dimana di Wana Wisata Goa Jepang ini menyuguhkan pemandangan latar jurang yang terhampar di sejauh mata memandang, sebagai view dari hutan pegunungan Anjasmoro. Memang, lokasi Wana Wisata Gua Jepang ini ada di lereng yang di bawahnya menuju jalan masuk ke Gua Jepang.


Bunga Ungu di tengah hijaunya hutan

Deretan Gardu Pandang untuk berfoto ria

Gardu Pandang yang tersedia di sini salah satunya di balkon bambu yang biasa dijadikan foto sambil bubuk di hammock. Di sini hammock akan dipasang oleh petugas bila kita memesannya. Cukup dengan membayar Rp. 3000,- kita bisa berfoto dengan gaya ala Bibi Lung-nya Yoko. Xixixix….. Awas Ceblok.


Mengambil gambar di balkon Hammock tanpa hammock

Berfoto di hammock agak spesial dan harus membayar karena perlu pendamping sebagai bagian dari faktor keamanan sebab lokasi berada di bibir jurang.

Ayunan Jomblo : Sayangnya saya bukan Jomblo lagi





Karena lokasinya yang berada di bibir jurang, para pengunjung juga harus berhati-hati karena untuk menuju lokasi gardu pandang sebagai spot foto juga agak curam. Pengunjung yang membawa anak-anak, apalagi bayi seperti yang Jombang City Guide gembol, harus ekstra hati-hati dan penuh kewaspadaan karena selain curam, tanahnya juga cukup mbreseti sehingga rawan terperosok. Selain itu saat mengambil gambar di gardu pandang, juga harus melawan rasa mbediding terutama tak adanya jaring pengaman terkait keselamatan para pengunjung.

Takut Kepreset : Ndeprok aja wes
Unicorn-Pegasus Kebles




Sedangkan gardu pandang yang lain, seperti bentuk hati, Unicorn-Pegasus yang sama sekali nggak nyambung dan aneh bentuknya, bundaran warna-warni, teratai ungu, dan sarang burung, dipasang berjajar sehingga kita bisa lebih banyak pilihan bergaya di depan kamera.



Dereta Gardu Pandang

Dulunya, untuk berfoto di setiap gardu pandang dikenai biaya Rp. 2000,-, namun kini semuanya sudah digratiskan kecuali spot foto dengan hammock. Mungkin tarif foto dengan gardu pandang ini sudah mencapai break even point dan dicover oleh tiket masuk yang dibayarkan di loket sebelah gapura.

Mas mas, ngapain?



Mbediding

Jombang City Guide mencoba hampir semua gardu pandang di sini. Berhubung ponakan Si Princess Dija agak mbediding, jadi Kakak Jombang City Guide sebagai fotografernya dan Jombang City Guide sendiri yang harus turun gunung untuk dipotret. 

Kelinci Bunga Matahari

Semeditasi
Gaya GoKong Kera Sakti

Cuit cuit... Induknya mana nih?? *oranggila*
Hanya dilakukan ahli

Abaikan badan yang makin melar, yang penting sehat. Fokus pada foto, apik yo fotone, apik yo fotone, apik yo fotone!!!!!. Hehheeh…..

Departemen Pengesahan dan Perizinan

Dalam kesempatan kali ini Jombang City Guide tidak turun untuk masuk ke Gua Jepang, karena Kepala Departemen Pengesahan dan Perizinan tidak memberikan restu. Wew… Mungkin dalam kesempatan lain, namun artikel tentang Gua Jepang bisa dicicil di sini. Tapi yang pasti, menurut Mbah Nduk, lokasi Gua Jepang ini ditemukan secara tidk sengaja ketika petugas perhutani sedang menjelajah.

Mbah Nduk


Di bawah Gua Jepang juga terdapat sungai yang bisa dikunjungi namun medannya cukup terjal sehingga banyak pengunjung yang mungkin lebih memilih untuk melewatkannya.






Fasilitas yang sudah ada di sini selain tempat parkir roda dua dan empat adalah gazebo unik untuk duduk, dan toilet yang kita perlu membayar dengan selembar dua ribu rupiah sekali masuk.



Pengunjung yang lupa tak membawa bekal namun lapar di lokasi bisa memesan makanan di waruing-warung yang ada di lokasi. Menu yang ditawarkan berkisar makanan dengan nuansa ndeso seperti nasi lalapan, pecel lele, dan sego jagung. Ada pula yang menjual bakso. Kebetulan kami hanya memesan nasi wader dan lalapan iwak kuthuk serta es janggelan yang super segar.









Lokasi Wana Wisata Gua Jepang ini terlihat gersang. Berada di hutan Jati, nuansanya berwarna coklat sehingga berkesan kering. Bisa jadi karena masih musim kemarau sehingga dedaunan berguguran, atau karena hujan masih malu-malu untuk turun membasahi bukit jati ini.

Coklat


Bebatuan


Sepertinya perhutani sebagai pihak pengelola juga tidak terlalu berambisi untuk menghiasinya dengan aneka bunga seperti yang ada di Wana Wisata Selo Ageng. Hanya bebatuan besar yang bertebaran di berbagai tempat, mungkin hasil warisan aktivitas vulkanik di masa lalu.


Batu-batu besar bertebaran


Saat terbaik untuk berkunjung ke Bukit Jati ini adalah pagi hari saat matahari terbit atau ketika dhuha. Ini disebabkan, bukit Jati diatas Gua Jepang ini menghadap ke timur dimana matahari keluar dari peraduannya. Saat itulah potret yang dihasilkan paling apik dan bisa menghasilkan warna biru untuk langit dengan awan putih berarak. Semua itu karena pencahayaannya pas, sehingga beberapa blogger menyebut Bukit Jati diatas Gua Jepang ini sebagai Bukit Sunrise.



Tentunya, sebagai pengunjuing dan wisatawan yang beradab, hendaknya kita tidak membuang sampah sembarangan, termasuk puntung rokok. Selain itu sebaiknya tidak merokok di samping anak kecil sebagai bentuk respek kita terhadap hak orang lain untuk menghirup udara segar di ruang terbuka.


Dunia pariwisata Jombang yang sebelumnya agak lesu, kini makin menggeliat. Wana Wisata Goa Jepang salah satunya, selain bisa menikmati pemandangan hijaunya hutan pegunungan Anjasmoro, berfoto ria, kita juga bisa berwisata sejarah napak tilas sisa Perang Dunia II. Plesir budget murah, cuci mata tapi juga tambah pinter dan sambil berfoto ria.



Sssst.... adik bayinya bubuk!
Wana Wisata Goa Jepang
Alas Gedangan, Mojoagung, Jombang
Buka Setiap Hari
Mulai pukul 06.00 – 17.00 WIB



Gua Jepang Alas Gedangan : Persembunyian Senjata Tentara Nippon

Menurut KBBI, penulisan yang benar adalah Gua, bukan Goa
Dan harusnya ditulis 'ke arah', bukan 'kearah'

Wana Wisata Gua Jepang Alas Gedangan Mojoagung memang menyajikan dua jenis wisata sekaligus. Pertama adalah wisata sejarah gua tentara Jepang yang dulunya merupakan tempat persembunyian senjata Nippon. Kedua, wisata panorama hutan dan jurang yang bisa dijadikan tempat pemotretan ataupun  foto selfie. Spot selfie dengan view jurang, sudah dibahas Jombang City Guide di postingan Cuci Mata di Wana Wisata Gua Jepang.

Pohon Ungu di tengah Pepohonan Hijau