Gerdu Papak adalah sebuah gardu kuno yang ada di Parimono, Jombang. Gardu ini disebuk Papak karena bentuknya yang ‘papak’ atau lurus, tanpa lengkungan dalam bahasa jawa. Hal ini benar adanya karena Gerdu Papak berbentuk lurus seperti kotak balok.
Tentunya sebagai sebuah gardu, Gerdu Papak dulunya digunakan untuk gardu tempat berkumpul warga Jombang untuk sekedar berjaga, ronda atau kegiatan masyarakat lainnya. Hal ini dibuktikan dengan adanya kentongan yang cukup besar, dimana kentongan ini sepertinya digunakan untuk mengumpulkan warga untuk keperluan tertentu.
Katanya sih, gerdu ini dulu berjasa dalam sejarah perjuangan kemerdekaan warga Jombang. Whoooow.... Selain itu, di awal tahun 1900-an, Gerdu Papak digunakan sebagai semacam halte tempat orang-orang berkumpul untuk yang ingin menumpang kereta Api menuju Kediri.
Karena dulunya, ada jalur rel kereta api kuno di Jalan Wahid Hasyim dan Jalan Hasyim Asyari yang digunakan untuk rute Jombang-Kediri, dimana Bung Karno Sang Proklamator saat balita pernah menumpang kendaraan paling hebat di masa itu, bersama Ibu, Kakak, dan Ayahnya dari Ploso menuju Kota Tahu. memang belum banyak yang tahu, bila Bung Karno menghabiskan masa kecilnya di Ploso Jombang.
Karena dulunya, ada jalur rel kereta api kuno di Jalan Wahid Hasyim dan Jalan Hasyim Asyari yang digunakan untuk rute Jombang-Kediri, dimana Bung Karno Sang Proklamator saat balita pernah menumpang kendaraan paling hebat di masa itu, bersama Ibu, Kakak, dan Ayahnya dari Ploso menuju Kota Tahu. memang belum banyak yang tahu, bila Bung Karno menghabiskan masa kecilnya di Ploso Jombang.
Sayangnya, bagian dalamnya kurang terawat, terbukti ada banyak sampah yang bertebaran di dalam Gerdu Papak sendiri. Tampak dari dalam, atap Gerdu Papak ini terbuat dari seng sehingga meski termasuk bangunan lama, namun hawa di dalam termasuk ‘hangat’ karena efek asbes tadi.
Ada dua jendela di kanan dan kiri gerdu papak yang berbentuk lengkung, yang digunakan untuk melihat keluar. Sedangkan satu pintu di depan yang bentuknya matching dengan jendelanya sebagai pintu masuk.
Dua Jendela |
Di samping kiri pintu tampak ada peringatan DILARANG MENEMPELKAN GAMBAR. Mungkin ini dimaksudkan supaya gerdu papak tidak menjadi ajang iklan tempel-tempel yang merusak pemandangan.
Namun memang tidak bisa dihindari, tangan-tangan jahil yang vandalistis sudah merusak keindahan gerdu papak dengan mencoret-coretnya. Meski hanya ada peringatan DILARANG MENEMPELKAN GAMBAR, namun bukan berarti boleh mencoret-coret cagar budaya Jombang, ‘kan?
Gardu ini biasa digunakan sebagai acuan jalan oleh warga kota santri untuk memberikan keterangan mengenai lokasi tertentu, untuk memudahkan masyarakat menemukan tempat yang dimaksud. Wajarlah karena jaman dahulu, dan beberapa orang jaman sekarang belum memiliki kemampuan mengakses GPS dan Google Maps. Hehheheh….
Sudah berubah warna berkali-kali karena kreasi pemerintah Kabupaten Jombang, Gerdu Papak kini dikembalikan seperti warna aslinya yaitu putih dengan garis hitam. Sebelumnya gerdu Papak sempat berwarna Merah Jombang, dan sempat berwarna Oranye-Hijau.
Foto dari Panoramio
Gardu ini sudah menjadi saksi sejarah Kota Santri. Namun bila dilihat lebih lanjut, bentuk lurusnya mengingatkan kita pada Arch de Triomphe yang ada di Paris, Perancis. Entah apakah kompeni yang membangunnya, mungkin dulu saat pembangunan Gerdu Papak ini terinspirasi dari bangunan gerbang nan megah di Paris yang menghadap ke Ka’bah itu, namun dimodifikasi menjadi sebuah gardu.
Kalau Amerika punya Grand Canyon dan Pangandaran punya Green Canyon Cukang Taneuh, maka Jombang punya Ground Canyon Kedung Cinet. Bila Paris punya Gapura Arc de Triomphe, dan Kediri punya Gapura Simpang Lima Gumul, maka Jombang Punya bentuk mininya berupa gardu, yaitu Gerdu Papak.