Eggrolls adalah sebutan untuk gulungan keripik manis berbahan dasar telur. Eggrolls  juga merupakan nama beken barat dari semprong dalam istilah Jawa. Eggrolls yang sangat populer di Indonesia adalah Serena Eggrolls oleh Monde. Namun, dengan kemajuan teknologi informasi dan perkembangan dunia kuliner, kini banyak anak bangsa membuat eggrolls karyanya sendiri dengan berbagai modifikasi bahan yang kreatif.






Jombang City Guide dengan bangga memperkenalkan Takoto Eggrolls yang asli buatan Jombang. Eggrolls ini begitu gurih dan renyah, manisnya pas, bahkan kalau boleh jujur, lebih enak dari Serenanya Monde. Gile lu ndroooo.............




Sempat kesasar ke STIKIP saat berburu Eggrolls made in Jombang ini, Jombang City Guide akhirnya menemukan sebuah rumah paling ujung kiri paling belakang dari kompleks perumahan di Pattimura gang 1. Whooo...... rumah yang sejuk dan berpapan nama bertuliskan “Takoto Eggrolls”. Karena bel rusak, akhirnya mampir ke rumah sebelah yang rupanya juga rumah pemilik Takoto ini. 



Dijual seharga Rp. 16.000,- per boxnya, Takoto Eggrolls ini memang sangat cocok untuk oleh-oleh. Meskipun bukan khas Jombang, namun karena rasanya yang nendang.... pasti memberikan kebanggaan bagi pembawa oleh-oleh untuk sanak saudara yang dihadiahkan.





Renyah sekali sampe remah-remahnya berjatuhan. hihihi

Selain menjual eggrolls produksinya sendiri, Takoto juga menjual aneka camilan lain, namun bukan hasil karyanya.... tapi lumayanlah buat icip-icip.







Meski tidak bisa dikategorikan kemasan yang mewah, namun kotak kemasan Takoto menggunakan kualitas yang baik *Jombang City Guide punya kakak yang paham percetakan kemasan, huehehehhe..... Kotaknya mengkilap dan terlihat tangguh, sehingga eggrolls yang dilindungi di dalamnya seakan-akan aman dari remuk.




Sengaja siang itu Jombang City Guide mampir dan membeli banyak Takoto Eggrolls sebagai oleh-oleh untuk ahli terapi dan ahli ruqyah syarriyyah asal Blitar yang berkunjung. Mereka pasti langsung tersenyum saat nanti menggigit gigitan pertamanya....





Sudah, jangan terpana. 
Ojok takok thok, iki lho alamate ;


Eggrolls Takoto
Jl. Pattimura I / F-16 Jombang
08175284151
03217276222



Sebutan Durian Bido diambil dari nama burung Elang Jawa yang kerap tinggal di pucuk pohon durian raksasa di Galengdowo. Burung Elang Jawa itu berjenis Elang Bido atau Elang Badol. Elang Bido banyak ditemui di seluruh kawasan lereng Anjasmoro, yang hingga kini banyak penduduk yang masih sering melihatnya wara-wiri di atas pohon durian yang tinggi menjulang di desanya. Elang yang juga dijuluki Elang Badol ini juga ditakuti karena sering menerkam anak ayam. Dari ‘prakarsa’ elang bido inilah, durian legendaris asal Wonosalam ini kemudian dijuluki Durian Bido.

Durian Bido memang punya daya tarik tersendiri yang mampu menyedot perhatian wisatawan hingga Wonosalam menjadi kawasan yang dikenal sebagai surganya Si Raja Buah dari Lereng Anjasmoro. Tapi bagi orang luar Wonosalam biasanya masih asing dengan eksistensi Elang Bido yang namanya dicomot menjadi ‘nama merek’ durian kebanggaan Wonosalam ini.


Jombang City Guide pun demikian, tak pernah melihat langsung dan mungkin hanya menerka-nerka bentuknya meski sebenarnya kalau niat browsing keterangannya juga tersedia. Bagaimana bentuknya, masih adakah sampai sekarang di Wonosalam, dan masih banyak pertanyaan lainnya, termasuk apa dia rela namanya ‘dipinjam’ jadi sebutan durian tempat dia bertengger.


Kebetulan saat mengantar Si Bakpau ke Kebun Binatang Surabaya, Jombang City Guide tak sengaja mendapati adanya jenis Elang Bido di kawasan penangkaran aves lengkap dengan penjelasannya. Akhirnya rasa penasaran terjawab, dengan berhasil melihat dengan mata kepala sendiri bentuk dan tampilan Si Elang Badol ini.

 

Dari keterangan Wikipedia, Elang Bido dijelaskan sebagai elang yang menyebar luas di Asia yang merupakan anggota suku Accipitridae, ordo Accipitriformes dengan genus Spilornis. Nama ilmiahnya adalah Spilornis cheela, sedangkan di kalangan komunitas pecinta burung pemangsa, Si Bido ini dikenal sebagai CSE yang merupakan singkatan dari Crested Serpent Eagle.

Ciri khas Elang Bido yaitu bulunya berwarna coklat kehitaman, dengan garis putih di ujung belakang sayapnya. Sayapnya sangat lebar dan juga terlihat membundar. Garis putihnya akan terlihat lebar di bagian ekor dan pinggir belakang sayap. Tanda ini akan terlihat saat dia membentangkan sayapnya, terutama saat terbang seperti sebuah garis yang tebal. Bagian sayapnya menekuk ke depan seperti elang jawa pada umumnya, dan akan terlihat membentuk huruf C yang tampak membusur. Bagian ekornya pendek dengan garis kelabu lebar di tengah garis-garis hitam pada ekor.


Jambulnya pendek dan lebar, berwarna hitam kombinasi putih. Matanya dikelilingi kulit kuning tanpa bulu yang warnanya dominan sampai paruhnya. Iris matanya berwarna kuning, sedangkan paruhnya berwarna coklat kelabu.
  
Ukurannya dikategorikan sedang, dengan panjang sekitar 50cm. Elang Bido yang sudah dewasa, bagian tubuh atas biasanya berwarna coklat gelap sedangkan bagian bawahnya berwarna coklat. Bagian perut, lambung, sisi tubuh terdapat bintik-bintik putih. Sedangkan yang remaja berwarna lebih terang coklatnya, dan ada lebih banyak putih pada bulunya.


Istimewanya, kulit kakinya yang berwarna kuning itu dipercaya memiliki kekebalan terhadap bisa ular. Tak jarang Elang Bido juga disebut Elang Ular karena ketangguhannya dalam pertahanan diri bawaannya terhadap hewan berbisa tersebut. Namun, baru-baru ini ditemukan Elang Bido yang lemas di hutan, yang diperkirakan baru saja terkena bisa ular. Bisa jadi kakinya tahan bisa sedangkan badannya enggak.

Sering terlihat melayang-layang di hutan, melakukan soaring dengan terbang dengan berputar-putar dengan memanfaatkan geothermal sambil mengeluarkan suara nyaring dengan lengkingan yang khas. Bunyi panggilannya yang terdengar seperti “kiiiiik” panjang, berikut tekanan pada dua nada dengan bagian akhir yang lembut. Suaranya memang sangat berisik, sehingga penduduk Galengdowo kadang takut dengan bunyinya yang mengancam hewan ternak.

Biasanya Elang Bido hidup di hutan hingga ketinggian 1900 mdpl, dengan memangsa hewan-hewan kecil seperti tikus, burung kecil, dan anak ayam seperti yang terjadi di Galengdowo. Namun bila kekurangan makanan, Elang Bido bisa menyerang sarang lebah seperti yang dilaporkan di Kulon Progo. Sehingga lebah-lebah pun mubal dan menyerang manusia. Jika ketidaktersediaan pakan masih berlanjut, tak menutup kemungkinan burung ini bisa menyerang ternak penduduk atau bahkan manusia.


Elang Bido Hidup berpasang-pasangan. Saat masa kawin, pasangan menunjukkan gaya terbang akrobatik yang mungkin untuk menarik lawan jenisnya. Telurnya berwarna putih suram dengan bercak kemerahan dengan jumlah telur biasanya satu hingga dua butir. Meski dikatakan berkembangbiak sepanjang tahun namun perkembangbiakannya dikatakan sangat sulit karena hanya sekali bertelur dalam setahun, sehingga elang bido masuk satwa yang dilindungi.

Populasinya dikatakan makin menurun dari tahun ke tahun meski penduduk Wonosalam masih kerap melihatnya bertengger di pohon durian. Dampak perubahan iklim dan pemanasan global tampaknya berpengaruh terhadap ketersediaan makanan yang jelas akan mengancam keberlangsungan spesies ini.


Ancaman terbesar terhadap populasi Elang Bido adalah ulah manusia dimana perburuan liar, perdagangan illegal dan penyempitan habitat menjadi salah satu ancaman punahnya spesies ini. Kelestariannya juga makin terancam karena banyak penjual hewan liar memperdagangkannya di pasar bebas bahkan ditawarkan pula lewat jual-beli online meski tak sedikit pula yang ditangkap aparat karena menjadikannya barang dagangan.

Padahal, semua jenis elang itu dilindungi dan Elang Bido adalah salah satunya termasuk dilarang diperjualbelikan. Salah satu alasan Elang Bido dilindungi adalah daya perkembangbiakannya yang rendah dengan hanya sekali bertelur setahun.


Bagi yang memperjualbelikan satwa yang dilindungi ini akan dijerat dengan Pasal 40 Ayat (2) juncto Pasal 21 Ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dengan ancaman hukuman 5 tahun dan denda paling banyak Rp. 100 Juta.

Dengan menurunnya populasinya, bisa mengacaukan siklus rantai makanan sehingga bisa terjadi ledakan spesies lainnya yang bisa mengancam keseimbangan alam. Sekarang, kita harus lebih peduli terhadap  lingkungan, dimana dalam keadaaan apapun satwa liar juga butuh hidup dan makan. Keberlangsungan mereka juga akan mempengaruhi spesies lainnya di hutan.

Elang Bido, namanya memang disematkan sebagai julukan untuk durian unggulan dari Wonosalam. Bagaimanapun Elang Bido adalah salah satu predator alami di hutan. Tentunya jadi tugas kita semua untuk peduli dengan kelestarian alam, dan tak melulu mengeruknya untuk kesenangan pribadi. Makan Durian Wonosalam dijalankan, tapi menjaga kelestarian lingkungan harus tetap dilaksanakan.


Summary
Ciri-Ciri Elang Bido / Elang Badol :
  • Bulu berwarna coklat kehitaman
  • Terdapat garis putih di ujung belakang sayap dan pinggir belakang sayap hingga ekor
  • Sayapnya sangat lebar, menekuk ke depan dan akan terlihat membentuk huruf C yang tampak membusur
  • Garis putihnya akan terlihat lebar di bagian ekor.
  • Bagian ekornya pendek dengan garis kelabu lebar di tengah garis-garis hitam
  • Jambulnya pendek dan lebar, berwarna hitam kombinasi putih
  • Matanya dikelilingi kulit kuning tanpa bulu yang warnanya dominan sampai paruhnya
  • paruhnya berwarna coklat kelabu
  • Iris matanya berwarna kuning
  • Pupil hitam
  • Ukurannya panjang sekitar 50cm
  • Kulit kakinya yang berwarna kuning itu dipercaya memiliki kekebalan terhadap bisa ular
  • Elang Bido dewasa, bagian tubuh atas biasanya berwarna coklat gelap sedangkan bagian bawahnya berwarna coklat. Bagian perut, lambung, sisi tubuh terdapat bintik-bintik putih
  • Elang Bido remaja berwarna lebih terang coklatnya, dan ada lebih banyak putih pada bulunya
  • Suara nyaring dengan lengkingan yang khas, seperti “kiiiiik” panjang
  • Hidup di hutan hingga ketinggian 1900 mdpl,
  • Makanannya hewan-hewan kecil seperti tikus, burung kecil, anak ayam, kelinci kecil