Tahu Bumbu Mak Saromah Seroja

Tahu Telor Bumbu ala Mak Saromah Seroja

Tahu Bumbu, merupakan makanan olahan berbahan tahu khas Jawa Timur. Tahu bumbu, adalah tahu yang digoreng kemudian dibumbui dengan bumbu kacang yang diulegbersama petis. Karena mengandung unsur petis di dalamnya, sehingga makanan ini memang merupakan favorit warga Jawa Timur. Karena hanya warga Jawa Timurlah yang sangat menggandrungi bumbu petis. Huehehhehe.....




Tahu Bumbu ini juga bisa diolah menjadi bentuk lain seperti Tahu Lonthong dan Tahu Telor. Tahu Lonthong adalah tahu bumbu yang ditambahkan lonthong untuk asupan karbohidratnya. Sedangkan Tahu telor adalah tahu bumbu yang saat proses penggorengannya  ditambahkan telur kocok sehingga mendapat unsur tambahan protein dalam sajiannya.

Tahu digoreng bersama telur
Tahu Telor Mak Saromah Seroja
Di pulau Jawa bagian barat, makanan ini sering disebut Tahu Tek karena sering dijajakan oleh rombong keliling sambil memukul-mukul penggorengan sehingga menimbulkan bunyi “thek.. thek...”. Pada umumnya menu Tahu Tek juga sama dengan aneka modifikasi tahu bumbu, hanya penamaannya saja yang berbeda. Selain itu, dinamai tahu bumbu karena tidak dijajakan keliling, sehingga bunyi tek-teknya hilang. Xixixixi.........

Warung Tahu Bumbu Mak Saromah
Jalan Seroja





Bila di Jogoroto ada Pusat Produksi TahuPong, di Jalan Seroja tengah Jombang ada kuliner olahan tahu bumbu yang cukup legendaris. Hehhehe.... Tahu Bumbu Mak Saromah namanya. Kenapa legendaris??? Karena warung tahu bumbu ini sudah buka sejak era ’80an dimana stasiun kereta api kota Jombang yang dulunya ada di jalan seroja masih beroperasi.

Mak Saromah


Dulunya, Mak Saromah ini berjualan di dekat pohon waru dekat Pasar Senggol Bhayangkara. Namun karena modernisasi dan adanya pembangunan stan-stan lapak, Mak Saromah pun pindah ke lokasi yang sekarang, dan menggunakannya bergantian dengan penjual Rujak Cingur. Penjual Rujak Cingur menjual rujaknya di siang hari, sedangkan Mak Saromah menjual tahu bumbunya di malam hari.


Menanti pesanan

Hingga kini, Warung Tahu bumbu Mak Saromah bersama seorang asistennya buka setiap sore menjelang petang dan menjual tahu bumbu, tahu lonthong, tahu telor dan nasi pecel yang dimasak langsung di hadapan para pelanggan. Dulunya, lapak tahu bumbu Mak Saromah juga menjual nasi pecel yang pedas sekali, namun kini sudah tidak lagi. Jombang City Guide sudah langganan di sini sejak rambut Mak Saromah masih hitam, hingga mulai memutih seperti sekarang.


Mak Saromah ini duduk di tengah tengah dikelilingi oleh aneka bumbu dan bahan yang akan diolah menjadi tahu bumbu andalannya. Di hadapannya ada uleg-uleg yang besar tempat dimana beliau menguleg bumbu petis dan kacang. Karena diolah ditempat, Anda akan ditanya oleh Mak Saromah berapa berapa cabe yang ingin dibubuhkan dalam bumbu petis kacang.




Racikan bumbu inilah yang menjadi andalan warung Tahu Bumbu Mak Saromah, karena selain petisnya mantap, racikannya selalu konsisten dari dulu hingga sekarang rasanya masih sama. Memang tangan Mak Saromah ini top banget meraciknya, sehingga lapak tahu bumbunya  selalu ramai dikunjungi pelanggan setianya. Dijual seharga Rp. 8.000,- per porsi tahu telor, sungguh tak rugi untuk mampir dan andok disini.

Yang Enak itu acarnya dan bumbunya

Aneka sajian di warung tahu bumbu Mak Saromah disajikan menggunakan pincuk daun pisang yang menambah kadar sedapnya makanan. Namun bila Anda ingin makan menggunakan piring seperti Adik Jombang City Guide, maka Anda bisa merequestnya langsung pada Mak Saromah.




Di Warung Tahu Bumbu Mak Saromah ini juga menyediakan minuman berupa teh hangat dan es teh, serta Es Janggelan yang menurut Jombang City Guide enak sekali.... :3. Yang bertugas membuat aneka minuman adalah asisten Mak Saromah yang merangkap sebagai petugas penggoreng tahu dan pengocok telur untuk Tahu Telor.

The Assistant 

Es Janggelan ajaib

Sayangnya, di warung tahu bumbu ini masih sangat tradisional, sehingga bila ada pembeli yang meracuni kesegaran udara dengan menghembuskan pembakaran nikotin seenaknya, tidak bisa dihindari. Bila demikian, maka lebih baik jangan makan di tempat, tapi dibungkus saja. *JOMBANG City Guide Anti-Rokok*

Ojok Rokoan ae tala pak


Okelah, monggo bila sedang lapar icip Tahu Bumbu di Warung Mak Saromah Jalan Seroja. Jangan lupa bungkuskan untuk orang rumah ya... Huehehhehe....


Request acar yang banyak ahh.....

Lombok berapa tadi mas?

Monggo dipun sakecaaken
Warung Tahu Bumbu Mak Saromah
Jalan Seroja, Jombang
082257604352

Bumbu Petisnya Mantaaaphhhh..................

Gang Suling Jombang

Selama bulan Ramadhan ada yang unik di Jombang. Selain ada bazaar ramadhan yang bikin kalap itu, ada sirine penanda buka dan imsak selama bulan puasa. Ya, sirine ini lebih dikenal sebagai suling oleh masyarakat Jombang. Seruling yang berupa sirine ini akan berbunyi saat waktu imsak dan buka puasa tiba sepanjang bulan Ramadhan.


Di Jombang ada dua suling yang berbunyi yaitu di Gardu Suling sebelah lapangan tenis Pendopo Kabupaten Jombang dekat Alun-Alun Jombang, dan di Gang Suling yang menghubungkan antara Jalan Achmad Yani dan Jalan Professor Buya Hamka.



Gang Suling sebuah gang kecil yang hanya bisa dilalui oleh motor dan kendaraan kecil, adalah gang dimana seruling kedua yang dimiliki Jombang berada. Disebut Gang Suling, mungkin karena di sini ditempatkan seruling sirine penanda waktu yang ada di Jombang.

Gang Suling


Sirine seruling ini sendiri terletak hampir di ujung gang yang lebih mendekat ke arah Jalan Professor Buya Hamka. Penanda buka puasa ini bertempat di sebuah menara besi yang menempel pada sebuah rumah kecil (atau lebih tepatnya sebuah pos kecil) yang saat kami mengunjunginya, sedang terkuci rapat namun dengan kondisi yang cukup terawat. Selain terawat, meski sudah tua rumah kecil ini juga tidak berbau pesing seperti gerdu suling yang ada di Alun - Alun Jombang. Salut!

Tampak bibir gang yang berhadapan dengan Jalan Professor Buya Hamka

Rumah kecil atau gardu ini, seperti rumah-rumah Indonesia pada umumnya, dan memiliki sebuah pintu yang digembok dengan gembok yang tua pula. Pintu ini dicat biru, yang senada dengan belang-belang cat yang ada di trotoar seberang jalan, dan serasi dengan baju Jombang City Guide yang kebetulan sedang mengenakan Kaos Batu Petir Ponari by Kaos Abangidjo. Xixixi……

Kaos Batu Petir by Kaos  Abang Idjo

Salut juga, seruling di Gang Suling ini tidak tersentuh oleh kuningisasi yang diderita Jombang saat ini. Berbeda dengan saudaranya yang ada di alun-alun yang tak bisa menghindar dari kuningisasi, seruling ini seakan mengambil langkah netral dengan sama sekali tidak mengambil warna hijau maupun merah yang menjadi ciri khas Jombang, maupun kuning yang sedang berkuasa.


Salutnya, rumah ini tidak dicoreti oleh tangan-tangan jahil yang kadang-kadang mengatasnamakan dirinya komunitas grafitty tetapi miskin seni (Kasihan komunitas mural yang asli ya jadinya). Selain itu meski besi menara sudah terlihat tua, namun terlihat masih kokoh.


Rumah kecil ini mungkin berisi sebuah peralatan otomatis yang bisa mengaktifkan sirine untuk berbunyi. Digerakkan dua kali oleh operator setiap harinya selama Ramadhan, sirine ini bisa didengar hingga belasan kilometer.



Katanya, sirine ini mulai ada di abad ke-18 dan sirine ini dibunyikan sebagai penanda waktu kerja para pekerja dan pegawai Belanda. Namun setelah kemerdekaan, sirine ini difungsikan sebagai penanda buka puasa dan imsak masyarakat Jombang, karena di zaman itu, kadang bunyi beduk kurang menjangkau seluruh kota dan belum banyak speaker yang dimiliki oleh warga Jombang seperti di masa kini. Meski sudah berusia tidak muda lagi dan sudah banyak speaker maupun aplikasi ponsel penanda adzan, sirine ini masih aktif difungsikan sebagai penanda waktu imsak dan buka puasa di Jombang.


Jombang City Guide masih ingat betul dulu sirine ini bunyinya keras sekali, terdengar sampai rumah Jombang City Guide yang tinggal sekitar satu kilo dari sirine ini berada. Namun sejak era reformasi, mungkin karena faktor usia atau hal lain, suaranya hanya terdengar sayup-sayup. Meski sudah tidak sekeras dulu lagi bunyinya, namun warga Jombang patut berbangga karena masih bisa menikmati adanya eksistensi sirine ini, dimana di kota lain sirine sejenis sudah tidak berfungsi lagi, bahkan sudah raib entah kemana.


Yang unik disini, sirine di Gang Suling ini bertempat di kawanan pecinan, dimana kebanyakan warganya keturunan tionghoa yang mayoritas tidak menjalankan puasa Ramadhan. Bisa jadi merekalah yang paling bising saat sirine ini berbunyi karena lokasinya yang sangat dekat. Namun inilah bentuk toleransi warga Jombang yang hidup damai dan bersahaja, dimana tepa selira hidup rukun berdampingan satu sama lain.


Sirine dan Gang Suling, salah satu cagar budaya Jombang yang menjadi saksi sejarah perkembangan Jombang. Semoga kebanggaan masyarakat Jombang akan ciri khas unik selama Ramadhan dari Gang Suling ini tidak luntur, termasuk peran pemerintah yang diharapkan dapat menjaga dan melestarikan peninggalan bersejarah Kota Santri tercinta ini.