Di awal era 2000-an, ada sebuah rombong Es Degan yang ‘ngiter’ di sekitar Ringin Conthong. Setiap pulang sekolah, saya selalu menemukan rombong tersebut. Rombong Es Degan itu berwarna biru, istimewanya es kelapa muda itu dilengkapi buah alpukat* di dalamnya. Wow... Seperti penjual yang bermoral pada umumnya, rombong es degan apukat* itu pun ‘menghilang’ selama Ramadhan. Namun sayangnya pasca bulan Ramadhan, saya tidak lagi menemukan Pak Es Degan Rombong Biru itu..... Sampai detik ini saya tidak tau kemana Bapak penjualnya pergi....


Es Degan, atau yang sering disebut Es Kelapa Muda bagi pengucap bahasa non-Jawa, saat ini menjadi makanan baru khas Jombang. Ramainya jalan Merdeka, mengundang masyarakat Jombang yang kreatif untuk membuka rombong jualan Es Degan yang populer. Maraknya rombong es degan kemudian menjadi tren dan wisata kuliner baru yang ada di Jombang. Semakin banyak rombong es degan yang menjual es kelapa muda unik di Kota Santri. Mereka bahkan memiliki ciri khas sendiri; hampir semua rombong es degan berwarna hijau dan merah, melambangkan kota Jombang yang diwakili oleh warna ‘ijo lan abang’.




Jalan Merdeka, atau yang kini disebut Jalan Presiden KH. Abdurrahman Wahid, adalah salah satu dari tiga jalan utama pusat kota Jombang sekaligus pintu masuk kota santri. Biasanya, para pengendara antar kota yang memilih untuk masuk pusat kota, selalu melewati jalan ini. Keberadaan Undar sebagai universitas dan Stadion Merdeka terbesar di Jombang memeriahkan sambutan semaraknya untuk para ‘musafir’.


Kawasan Pedagang Es Degan Kombinasi Jalan Merdeka ini makin memeriahkan area wisata kuliner yang ada di Jombang. Sebelumnya sudah ada Kawasan Penjual Pecel Lele Perak dan Kawasan Penjual Kikil di Mojosongo. Sehingga para musafir, maupun warga Jombang yang melintas bisa menikmatinya setiap saat karena banyaknya pilihan penjual yang menjajakan dagangannya. Istilahnya milihnya tinggal merem sajalah, karena harga dan rasa kurang lebih sama. Ini disebabkan karena para penjual ini sudah diayomi oleh Pemerintah Kabupaten Jombang dengan melakukan kartel harga, sehingga mereka tidak 'saling bunuh' satu sama lain.  

Tampak para penjual Es Degan Khas Jombang ini juga menjual es oyen


Sebenarnya Es Degan di Jombang sama saja dengan Es Degan di semua tempat. Hanya saja es degan ini sering ‘diduetkan’ dengan buah lain seperti avokad* dan durian, terkadang leci pun masuk ke dalam ‘komunitas’ itu. Kombinasi unik ini kemudian menarik para pelancong yang melintas untuk mampir dan membeli es degan kombinasi ini.


Tak Lupa, selain diduetkan dengan avokad, leci ataupun durian, es degan ini ditambah dengan susu kental manis putih yang membuatnya menjadi makin nikmat. Hohohoohohooooo.....


Varians Es Oyen Juga menjadi tambahan pilihan yang membuat makin ngilernya pembeli haus yang melintas. Es Oyen, menurut salah satu penjual adalah es degan yang ditambah dengan susu kental manis dan butiran-butiran mutiara merah. Katanya sih gitu... Hehhehe.......


Faktanya, inovasi Es Degan ini sudah didahului oleh Es Degan Ashiq milik Pak Seger, namun dengan menjamurnya Rombong Es Degan di sepanjang jalan KH.Abdurrahman Wahid dekat Stadion Merdeka, Es Degan ini menjadi sangat populer. Ternyata inovasi es degan yang saya temukan “ngiter” di Ringin Conthong itu menjadi marak. Apakah bapak penjualnya adalah salah satunya? Atau bahkan pelopornya??? Allahua’lam.

 Tampak sepanjang jalan depan stadion dipenuhi penjual es degan rombong Ijo Abang


Biasanya para pengendara berhenti sejenak di rombong yang mereka suka, untuk sekedar beristirahat dan menikmati suasana Kota Jombang yang teduh. Kadang penjual Es Degan ini menyediakan kursi plastik untuk duduk atau memanfaatkan trotoar sebagai lesehan para pembelinya.


Bahkan sepanjang Jalan merdeka akan semakin ramai di masa-masa lebaran karena kadang ada penjual es degan avokad musiman yang menjual dagangannya memanfaatkan momen hari raya.


Alhamdulillah, memang komuditas kaki lima di Jombang selalu tertib dan pemimpin yang ada di Jombang masih memperhatikan kesejahteraan masyarakat. Pemberdayaan pedagang kaki lima adalah salah satu program pemerintah Jombang, selain dengan tidak memperbolehkan masuknya mal-mal besar ke Jombang. Hal ini dilakukan supaya Para pedagang kaki lima (termasuk pedagang es degan di stadion ini) tidak tergerus dan tertindas oleh kapitalisasi. Dengan demikian, kota Jombang ini, bisa tumbuh dengan jerih payah kreativitas warganya sendiri.



Review Lain mengenai kuliner baru khas Jombang juga bisa disimak disini,



 Ayo, siapa mau Es Degan Kombinasi????
Mau Kombinasi apa ; Avokad*, Durian atau Leci?
Bikin sendiri di rumah bisa, tapi suasananya, HANYA ADA DI JOMBANG!!!


*AVOKAD : Penyebutan yang benar adalah AVOKAD, bukan Alpukat, Apukat, atau Apokat seperti pada gambar rombong Es Degan Jombang diatas. Berasal dari kata AVOCADO dalam Bahasa Inggris, yang kemudian diserap dalam Bahasa Indonesia menjadi Avokad. Namun kadang terjadi salah dengar dan lidah orang Indonesia kurang bisa meniru dengan baik sehingga avokad kemudian berubah menjadi “apukat” atau bahkan “alpukat” karena sering rancu dengan “Advokat” yang berarti pengacara atau konsultan hukum. Menurut Ejaan yang Disempurnakan Bahasa Indonesia 2012 telah dibahas, penulisan yang benar adalah “Avokad”. Semoga Bermanfaat.


Candi Pundong : Candi 'Berkotak Hitam'


Candi Pundong merupakan salah satu candi yang tersisa di Jombang. Lokasinya tak jauh dari Watugaluh, yang dulunya merupakan ibukota kerajaan yang didirikan Mpu Sindok di Jombang.

Foto Lawas Candi Pundong


Terletak di pekarangan belakang rumah warga bernama Pak Sonhaji, Candi Pundong bertempat di Dusun Watutangi, Desa Pundong, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang. Karena faktor lokasi inilah, Candi Pundong juga disebut Candi Watu Tangi karena berada di Dusun Watu Tangi yang merupakan bagian dari Desa Pundong.



Rute menuju Candi Pundong ini cukup mudah, meski tidak ada petunjuk penanda arah sama sekali untuk mencapainya. Dari arah Ringin Conthong ke selatan mealui jalan Hasyim Asyari. Lurus saja ke arah Makam Gus Dur. Sebelum sampai makam Gus Dur, ada perempatan Diwek, lampu merah belok ke kanan menuju ke barat. Lurus Saja hingga melewati Pabrik Plywood, lurus lagi sampai di depan gapura Desa Brambangan.

Kediaman Bapak Sonhaji

Seberang Masjid Thoriqotul Jannah

Di seberang gapura Desa Brambangan ada gang masuk menuju Desa Pundong. Belok kiri masuk ke gang Desa Pundong hingga ada jalan kecil menuju Masjid Thoriqotul Jannah. Untuk jelasnya mungkin bisa bertanya pada penduduk setempat, pastinya Candi Pundong berada di belakang rumah Pak Sonhaji yang tepat di seberang Masjid Thoriqotul Jannah. Kita pun bisa memarkir kendaraan di halaman masjid maupun di halaman samping kediaman Pak Sonhaji.

Berlarian di Halaman Masjid

Menikmati Suasana

Candi Pundong, berada di dekat kandang ayam belakang rumah Pak Sonhaji. Beliaulah yang menemukan candi itu, dan merawatnya hingga kini. Candi ini berbentuk persegi berukuran 4,95 m x 4,95 m dan berbahan dasar bata kuno dengan karakteristik batu bata yang lebih besar dari ukuran bata zaman modern.

Jalan masuk menuju Candi Pundong

Parkiran Motor


Candi Pundong Dekat Kandang

Kondisi Candi Pundong sudah tak utuh lagi, banyak bata berserakan di sekitar candi. Saat ditemukan, atap candi sudah hilang sehingga bangunan candi rata dengan tanah. Meski hanya menyisakan bangunan datar yang ada di permukaan tanah, diperkirakan candi ini sebenarnya masih memiliki badan candi sedalam 9 meter ke bawah yang masih terkubur dalam tanah.


Keyakinan ini disebabkan karakteristik candi-candi di Jombang yang biasanya masih terkubur ke dalam tanah. Karakteristik khas ini terbentuk akibat letak Jombang yang berada di dataran rendah sehingga banyak bangunan kuno terpendam di dalam tanah akibat banjir lumpur dan bencana alam berupa gunung meletus yang pernah melanda wilayah Kota Santri saat masa kerajaan kuno berdiri.

Siluet Candi dalam genangan

Menerima penjelasan dari Tim Arkeolog

Candi Pundong sendiri, selalu tergenang air di musim hujan sehingga tidak bisa dilihat bentuknya saat dikunjungi di musim basah. Sedangkan bila saat curah hujan tak terlalu tinggi, kotak di tengah candi masih digenangi air sehingga sering dikira sumur oleh para peneliti.



Disarankan kunjungan dilakukan di muslim kering supaya bisa melihat di dalam dasar lubang tengah candi. Memang, di tengah candi ada lubang yang juga berbentuk persegi, yang biasanya merupakan tempat disimpannya peripih abu jenazah tokoh yang dicandikan. Jombang City Guide akan mengupdate foto setelah datangnya musim kemarau.
Semoga Allah Meridhoi, doakan. 

Peripih Candi

Karena ditemukan peripih di kedalaman dua meter dari lubang candi, dipastikan candi ini adalah candi pendermaan. Pendermaan, artinya candi tempat penyimpanan abu jenazah seorang tokoh yang dicandikan di candi terkait. Tentunya seorang tokoh yang dibangunkan candi adalah tokoh penting, bangsawan, ataupun anggota keluarga kerajaan.


Peripih yang ditemukan, terbuat dari batu andesit yang berbetuk seperti kubus namun dengan tutup menyerupai limas. Peripih sendiri, ibaratnya adalah nyawa dari candi. Peripih juga semacam kotak hitam yang memang warnanya hitam juga sih sebuah candi yang berisi segala informasi, logam tanda kerajaan maupun abu jenazah tokoh yang dicandikan.


Di peripih yang ditemukan di Candi Pundong, sudah tidak ada abu di dalamnya dan isinya kosong. Bisa jadi abunya tumpah atau hanyut terbawa genangan air mengingat candi ini selalu tergenang air selama musim hujan. Sedangkan logamnya hilang karena dicuri oknum yang tak bertanggung jawab.

Kotak Hitam Candi

Kosong

Karena petunjuk berupa logam tanda kerajaan maupun catatan lain pun nihil. Karena tidak ada catatan sama sekali, para ahli sejarah kesulitan menemukan angka tahun sehingga  kisah sejarah mengenai candi ini masih dalam perdebatan.

Ada lubang di atasnya



Sejak diresmikan tahun 2007, pemerintah Jombang sudah mengesahkan tempat ini sebagai situs cagar budaya yang dilindungi. Tampak papan peringatan dan pemberitahuan sebagai penanda lokasi ini masuk dalam benda cagar budaya.

Papan Peringatan

Bersama Mr. and Mrs. Sonhaji

Untuk melihat candi ini tidak dipungut biaya sepeser pun, dan Pak Sonhaji beserta istri dengan senang hati dan penuh keramahan menjelaskan mengenai candi yang berada di belakang rumah mereka, sambil menunjukkan foto-foto lama mengenai candi ini. Mungkin bila berkunjung, bawalah kue atau jajan buat untuk beliau berdua. 😉

Semoga selalu sehat ya Pak

Sebagai Pengurus Cagar Budaya


Meski tidak ada petunjuk arah sama sekali menuju candi maupun papan nama penanda candi, setidaknya sudah ada sebuah bangunan di samping candi yang dibangun untuk digunakan para pengunjung untuk berziarah maupun sekedar beristirahat.

'Hall' Candi Pundong


Di dalam bangunan untuk pengunjung itu, tampak ukiran kayu bertuliskan Sugeng Rawuh yang diperuntukkan bagi para pengunjung yang datang. Selain itu dipajang pula potret Kanjeng Sepuh Raden Adipati Soeradiningrat yang merupakan bupati pertama Kota Santri Jombang BERIMAN.

Potret Kanjeng Sepuh : Bupati Pertama Jombang

Candi Pundong memang kalah populer dengan Candi Rimbi di Bareng. Bentuknya pun kalah megah dan kalah ayu dengan candi pertapaan Sang Raja Airlangga itu. Namun setidaknya, Candi Pundong bisa menambah deretan candi yang tersisa di Bumi Kota Santri.


Setidaknya, meski bangunan candi tak seindah Candi Rimbi, bukan berarti kita sebagai penerus bangsa menjadi abai akan eksistensi dan kelestarian candi ini. Semoga para ahli dan Disbudpar Kabupaten Jombang berkenan mewujudkan restorasi dan eskavasi untuk candi ini sebagai bentuk sikap memberikan lebih banyak perhatian untuk benda cagar budaya yang merupakan salah satu pusaka Kota Santri tercinta ini.


Candi Pundong  / Candi Watu Tangi
Belakang Rumah Pak Sonhaji,
Seberang Masjid Thoriqotul Jannah
Dusun Watu Tangi, Desa Pundong,
Kecamatan Diwek – Kabupaten Jombang
http://candipundong.blogspot.com/