“Biyen, wong sing duwe bakso iki nyurung rombong muter-muter kampung,
saiki tutuk usahane nyurung rombong keliling nang endi-endi,
iso mbangun omah apik magrong-magrong lan buka warung bakso dhewe....”

Begitulah kata setiap orang yang membonceng saya tiap kali melintas depan warung bakso ini (maaf gambar belum tersedia). Warung bakso ini ada di garasi sebuah rumah bergaya cukup modern dimana memang bangunannya masih terlihat baru. Tampak bahwa pemilik rumah itu juga merupakan pemilik warung bakso yang selalu ramai dikunjungi pelanggannya.





Bakso Huda namanya. Lokasinya ada di dekat SDN Candimulyo dekat Kali Sidobayan yang legendaris itu. 


Ini orangnya yang namanya Pak Huda


Dari segi rasa, bakso ini cukup mirip dengan Bakwan Trikoyo dengan ciri khas rombong pink-nya itu. Namun bentuk baksonya agak lebih kecil. Dan tentunya, perbedaan paling mendasar antara kedua bakso enak di Jombang ini adalah, Bakso Huda berbentuk BAKSO, bukan BAKWAN seperti Bakwan Trikoyo.


Kini tersedia varian bakso jumbo yang membuat perut kita jadi lebih puas melahapnya... wooow....



Para Kru juga siap melayani dengan seragam kuningnya. Mereka tampak senang sekali melayani pelanggan.


Si Cowok Baju Merah kini telah tiada. Namanya Rendra Pranadipa Tofani,
Bila berkenan mohon bantuan Al-Fatihahnya untuk almarhum. Terimakasih.....


Selain terkenal akan kisah inspiratifnya, Bakso ini juga terkenal murah. Saking ramai pengunjungnya, saya pernah melihat saat pasca hari raya Idul Fitri, terpampang tulisan “Bakso buka mulai tanggal .... sampai ....”. Subhanallah, mungkin terlalu banyak orang yang menunggu untuk makan disini, sehingga mereka harus menulis tanda supaya pelanggannya tidak kecewa. Kemudian, beberapa hari kemudian sesuai janji, warung buka dan pelanggannya pun datang berduyun-duyun. Mereka tampak antri di depan warung di bawah pohon Keres. Banyak kendaraan pun parkir dengan padatnya (Maaf ini gambarnya pas lagi longgar, kalau pas rame,, wihhh seru lho...).




Contoh Pelanggan Bakso Huda yang Gila yang Bermain di Bawah Pohon Keres

Semoga kisah Bakso Huda ini bisa menjadi inspirasi warga Jombang lainnya, untuk selalu berusaha dan bekerja keras, AMIN.



Sejarah Bakso Huda ini bisa menginspirasi siapapun yang ingin sukses.., 


Denganberjualan bakso keliling, bisa membangun rumah semegah ini....

Bakso Huda Candimulyo
Griya Candi Indah
Jalan Teratai
Depan SDN Candimulyo III
Buka setiap hari
Pukul 09.00 WIB – 21.00 WIB
085 655 40 43 69


Bila kita menyebut nama jalan dengan nama “Brigjend”, pastilah kita langsung mengingat Jalan Brigjend Katamso. YA, Brigjen Anumerta Katamso Darmokusumo, lahir di Sragen, Jawa Tengah, 5 Februari 1923. Brigjend Katamso Darmokusumo adalah salah satu pahlawan nasional Indonesia yang terbunuh dalam peristiwa Gerakan 30 September. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara,Yogyakarta (Wikipedia, 2013).


 


Namun, siapa yang kenal dengan Brigjend Kretarto yang sosoknya dijadikan monumen di Jombang????



Coba klik search di google, Anda akan sangat sulit temukan tentang profil Brigjend Kretarto. Yang ada hanyalah aktivitas dan bisnis yang ada di Jalan Brigjend Kretarto di Jombang dan Liputan kunjungan Monumen Brigjend Kretarto oleh Jombang City Guide(Hehheheheheheee.....).

Kami sama sekali belum temukan profil lengkap Brigjend Kretarto, tampaknya Brigadir Jendral ini memang kalah terkenal dari Brigjend Katamso. Namun bila sosoknya dijadikan monumen di Jombang, tampaknya ada jasa-jasa khusus yang sangat penting bagi warga Jombang.




Dari monumen sederhana dekat Pabrik Gula ini, didapat profil singkat Brigjend Kretarto. Beliau lahir di Bandung, 16 Januari 1913, yang berarti sepuluh tahun lebih tua daripada Brigjend Katamso, yang lahir pada 1923. Pangkatnya adalah Brigjend TNI Angkatan Darat dan jabatan terakhirnya adalah sekertaris.



Beliau rupanya adalah orang yang pendiam, berwibawa, ramah, disiplin tinggi, cermat dan penuh humor. Yang terakhir ini agak janggal. Entah kami yang salah baca tulisan di monumen atau memang demikian??? Bagaimana bisa orang yang pendiam menjadi sangat humoris???


Semoga kami yang salah baca, kami berjanji akan mengunjungi monumen
dan membaca lebih cermat lagi.


Monumen ini diresmikan tahun 1997 oleh Pak Bupati yang manjabat kala itu. Dari monumen ini didapat info bahwa nama lengkap beliau adalah Raden Kretarto, yang terlihat beliau memiliki darah ningrat dari orang tuanya atau menikah dengan orang yang berdarah biru. Dari informasi Kabare Jombang (2013), beliau memang menikah dengan Raden Ayu Gendoe, Putri dari Raden Mohamad Saleh yang merupakan Wakil Bupati Sidoarjo dan cucu dari Raden Adipati Arya Kromodjoyo Adinegoro III, Bupati Surabaya tahun 1866-1894. Dari pernikahannya, beliau dianugerahi seorang anak bernama Raden Soehardjani.


Dari Bandung, sebagai pejuang beliau banyak ditugaskan di berbagai tempat. Namun sepertinya, karir paling bersejarah saat berada di Jombang. Selama bertugas dan diantara saat di Jombang, beliau pernah menjabat berbagai posisi, diantaranya:
1.      Ketua BKR
2.      Komandan TKR
3.      Komandan CoPP VI (Ini jabatan aaapaaa yaa??? Ada yang tau???)
4. Komandan Resimen Divisi VI/Narotama. Nah, pada masa jabatan inilah beberapa kawasan/tanah/hutan di Jombang beliau berikan kepada rakyat yang telah membantu berjuang dalam mempertahankan Kemerdekaan RI, sebagai Dharma Bhakti. Salah satu diantaranya adalah Dusun Kedung Dendeng dan Rapah Ombo Desa Jipurapa Kecamatan Plandaan.

Didukung dari informasi di akun facebook Kabare Jombang, rupanya Brigjend satu ini merupakan pahlawan Jombang yang sangat berjasa dalam pertempuran 11 November 1945 di Surabaya yang fenomenal itu.


Kala itu, beliau mengajak warga Jombang dan bersama TKR Djombang untuk ikut mempertahankan Kemerdekaan RI dalam pertempuran 10 Nopember 1945 di Surabaya. Sebagai Komandan TKR Djombang (yang jabatannya tertera di prasasti monumen), Kretarto juga dikenal dekat dengan Ponpes Tebuireng. Waktu itu Hadratus Syeikh KH Hasyim Asy'ari  yang juga kakek dari Gus Dur, yang kemudian menjadi Presiden Keempat Indonesia di era reformasi mengeluarkan Resolusi Jihad atau seruan untuk berperang melawan penjajah diikuti oleh para pimpinan cabang NU. Segera setelah itu para pejuang dari Jawa dan Madura berbondong-bondong menuju Surabaya menghadang tentara Sekutu. Mereka kemudian disebut Hizbullah. 



Dalam pertempuran itu, Kolonel Soengkono (Komandan Resimen Narotama) membagi pertahanan Kota Surabaya dalam empat sektor: 
Sektor Barat dipimpin Koenkiyat,
Sektor Selatan dipimpin Kadim Prawirodirdjo.
Sektor Tengah dipimpin Kretarto, (Ini dia pahlawan kita!!!)
Sektor Timur oleh Marhadi
* beberapa menyebut sektor tengah dan timur digabung

Jadi dalam sektor tengah itulah warga Jombang, Hizbullah Jombang Mojokerto dan TKR tergabung. Kisah epik ini dituliskan di buku 'Pertempuran Surabaya' karya Soehario K. Padmodiwirdjo atau lebih akrabnya dipanggil 'Hario Kecik'.

Dari buku coretan sejarah mahasiswa prajurit saksi pertempuran kepahlawanan Surabaya itu, itu kita dapat mengetahui bahwa arek-arek Jombang juga berpartisipasi dalam pertempuran November'45 di Surabaya ya. Woow..... 

Pada masa kemerdekaan dan pascakemerdekaan, Pak Brigjend Kretarto ini sangat berjasa melindungi Jombang. Kini, nama R. Kretarto dijadikan nama jalan di Jombang; Jalan Brigjen Kretarto, dan juga monumen lain beliau juga ada di Megaluh.


Hmmm.... adakah yang bisa beri info lain lagi tentang Brigjend Kretarto,
pahlawan yang sangat berjasa untuk Jombang ????



"Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa pahlawannya"